Alkisah diceritakan ada seorang
pemburu dari sebuah desa terpencil bernama Si Lubdaka. Dia adalah pemburu yang
begitu terkenal di desanya. Tidak ada pekerjaan lain darinya selain memburu di
hutan. Hasil buruannya dijual dan dimasak untuk keluarganya sehari-hari.
Sebagai pemburu, dia dikenal
pemburu yang sangat kejam. Bukan hanya hewan dewasa saja diburunya, melainkan
juga hewan yang masih kecil pun diburunya jika memang ada dihadapannya.
Suatu hari dia merasa badannya
sangat lelah. Dalam benaknya dia ingin sekali istirahat untuk satu hari saja
untuk tidak berburu. Namun kebutuhan dapurnya sudah habis. Sehingga dia harus
berburu saat itu juga.
Dia pun segera bergegas menyiapkan alat-alatnya dan langsung menuju ke hutan. Namun hari itu terasa sangat aneh. Dari pagi sampai matahari mau terbenam, tidak satu pun hewan buruan didapatnya. Jangankan kijang, nyamuk pun terasa lenyap dari hutan itu. Dia tidak pantang menyerah. Walaupun hari sudah mulai gelap, dia makin masuk ke hutan untuk mencari hewan buruan. Namun apa daya, dia malah tersesat dan bingung untuk mencari jalan keluar. Hari sudah gelap dan bulan pun tak tampak. Sehingga dia tidak bisa melihat situasi sekitar.
Lubdaka berpikir, kenapa malam
ini begitu gelap, jangankan bulan, bintang pun tak tampak di langit malam itu.
Tanpa dia sadari, malam itu adalah malam bulan mati sasih kepitu atau bulan
mati di bulan ketujuh dalam Agama Hindu yang disebut dengan Hari Malam
Siwalatri. Malam dimana Dewa Siwa sedang bersemedi. Lubdaka tidak tahu bahwa malam
itu adalah malam Siwalatri, karena kesehariannya dia memang hanya berburu dan
tidak pernah peduli dengan ajaran-ajaran agamanya.
Malam Siwalatri dimana malam itu
Dewa Siwa sedang bersemedi, barang siapa yang malam itu bisa bersemedi atau
minimal bisa merenungkan dosa-dosanya dimasa lalu dan kedepan bisa memperbaiki
sifatnya, maka jika ajalnya tiba, maka rohnya akan mendapat tempat istimewa
disisi Dewa Siwa. Begitulah ajaran yang ada didalam Agama Hindu.
Malam semakin larut, si Lubdaka
masih bingung untuk mencari jalan pulang. Tiba-tiba terdengarlah suara auman
harimau yang begitu menakutkan. Sekita Lubdaka pun lari tunggang langgang tanpa
arah tujuan. Tiba-tiba dia tersandung sebuah batu yang mengakibatkan dirinya
jatuh. “Aduhhhh” begitu terikannya. Mengingat ada harimau disekitarnya, diapun
menahan rasa sakitnya dan sampai dia sadar dia mendekap sebuah pohon yang
lumayan besar. Naiklah dia ke pohon itu untuk menghindar dari si harimau.
Sesampai diatas dia melihat sekitar. Suasananya benar-benar gelap gulita. Dia
berharap bulan segera menampakkan dirinya. Tanpa tahu bahwa malam itu adalah
hari bulan mati.
Diatas pohon dia mengelus-ngelus
kakinya yang sakit karena tersandung batu tadi. Sambil menatap langit, badannya
mulai terasa lelah dan matanya mulai mengantuk. Namun dia sadar seandainya dia
tidur diatas pohon tersebut, maka pasti dia akan jatuh. Dia berusaha menahan
kantuknya. Namun dia tidak bisa dan hampir terjatuh. Untuk menahan kantuknya
dia pun memetik satu cabang pohon tersebut dan memetik satu persatu daunnya
agar dia mengalihkan rasa kantuknya. Seiring makin larutnya malam, sambil
memetik satu persatu daun dari pohon tersebut, terlintas dipikirannya semua
perbuatannya dimasa lalu. Dia merenung berapa banyak hewan yang telah
diburunya. Dia teringat dia pernah membunuh seekor anak kijang yang baru
berumur beberapa minggu. Tiba-tiba air matanya menetes menyesali perbuatannya dimasa
lalu. Dan dia merasa ingin berhenti menjadi pemburu dan mencari pekerjaan yang
lain.
Tidak terasa matahari terbit dari
ufuk timur. Si Lubdaka merasa lega dan langsung turun dari pohon untuk pulang
ke rumah. Sesampai dibawah dia baru sadar ternyata dia bermalam di sebuah pohon
bila. Dimana pohon bila ini termasuk pohon yang disucikan oleh umat Hindu. Dan
dia menatap kebawah dan melihat sebuat batu berbentuk lonjong yang membuat
dirinya terjatuh tadi malam. Ternyata batu tersebut adalah lingga Yoni atau
batu berbentuk lonjong untuk pemujaan Dewa Siwa. Disitulah dia tersadar dan menangis
sejadi-jadinya karena mengingat dirinya tidak taat akan agamanya. Dia merasa
dilindungi oleh Dewa Siwa tadi malam dari Harimau yang sempat membuatnya
ketakutan.
Setelah kejadian itu si Lubdaka
benar-benar merubah kesehariannya. Dia memilih bertani dan berhenti menjadi
pemburu. Dia pun lebih taat beragama dan sifatnya pun menjadi lebih baik dari
sebelumnya.
Saat ajalnya tiba, atma atau roh
si Lubdaka dijemput dan dibawa ke neraka oleh para Cikrabala (pasukan yang
menjemput atma /roh orang yang meninggal) untuk bertemu Dewa Yama (Dewa
Kematian). Disana dia diseret ke neraka karena perbuatannya semasa hidupnya.
Saat Dewa Yama akan mengirim si Lubdaka ke lembah neraka, datanglah Dewa Siwa mencegat
Dewa Yama. Dewa Siwa menjelaskan bahwa si Lubdaka tidak boleh dibawa ke neraka.
Disana terjadi perdebatan antara Dewa Yama dan Dewa Siwa. Namun akhirnya Dewa
Yama melunak karena Dewa Siwa menjelaskan bahwa si Lubdaka pernah melakukan
semedi atau perenungan saat malam Bulan Mati Ketujuh atau disebut malam
Siwalatri. Dan setelah malam itu si Lubdaka pun telah merubah hidupnya untuk
menjadi lebih baik. Disalah akhirnya Dewa Siwa memenangkan perdebatan dan
diajaklah si Lubdaka ke Siwa Loka (alam Dewa Siwa).
Sekian ceritanya teman-teman,
jika ada kesalahan mohon dimaafkan. Karena cerita ini saya dapat dari almarhum
kakek saya yang sering mendongengkan saya dulu saat sebelum tidur. Banyak makna
sebenarnya dari cerita ini. Silahkan ditanggapi dari hati masing-masing dan semoga
bermanfaat di malam Siwalatri Hari ini
yang kebetulan juga awal tahun 2022. Sekali lagi jika ada kesalahan
mohon dimaafkan.
Rahayu.
nb. Referensi dari cerita kakek saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar