Diceritakan ada sebuah kerajaan yang maha besar di sebuah negeri. Sang Raja yang memimpin kerajaan tersebut dikenal bertangan besi atau kejam dikepemimpinannya. Rakyatnya cuma diperalat dengan menarik begitu banyak upeti disetiap usaha mereka. Banyak cara yang dilakukan untuk mengkudeta Sang Raja. Namun tidak pernah berhasil malah mereka dihukum mati bagi siapapun berani melawan Sang raja. Dibalik kekejamannya, Sang Raja memelihara seekor anjing. Konon katanya anjing inilah jadi jimat keberuntungan Sang Raja. Dimana anjing inilah yang selalu pertama mengendus jika Sang Raja dalam keadaan bahaya. Anjing ini diberi nama Si Belang Uyang.
Belang Uyang adalah anjing yang
berbadan tinggi tegap, berwarna hitam dengan taring yang selalu keluar dari
mulutnya. Air liurnya selalu menetes dari sela-sela taringnya. Siapa pun
melihat anjing ini pasti seketika merasa ketakutan. Belang Uyang mempunyai
ciri-ciri yang begitu khas. Yaitu warna belang putih di tubuhnya yang konon
bisa berpindah-pindah posisinya. Dari sanalah namanya berasal, Belang yang
mencirikan ada corak warna lain ditubuhnya, dan Uyang dalam Bahasa Bali berarti
berpindah-pindah tempat.
Belang Uyang ini selalu berada
disisi raja. Kemana pun raja berpergian dia selalu ikut seperti menteri-menteri
raja lainnya. Disuatu hari raja ingin berburu ke sebuah hutan. Namun hutan
tersebut dikenal sangat berbahaya. Konon katanya hutan tersebut dihuni oleh
seekor harimau yang begitu ganas. Bahkan sering ada pemburu yang hilang di
hutan tersebut yang katanya pasti dimakan oleh si harimau tersebut. Bahkan
penduduk sekitar meyakini harimau itu adalah raja dari hutan tersebut. Para
menteri raja sudah memperingatkan bahwa hutan tersebut sangat berbahaya. Namun
raja malah merasa tertantang. Apalagi ada si Belang Uyang yang selalu ada
disampingnya. Dimana raja selalu percaya kepada jimat keberuntungannya
tersebut. Melihat raja terlalu percaya diri, ada seorang menteri memperingatkan
sekali lagi karena takut akan keselamatan raja. Tiba-tiba si Belang Uyang
mengeram bengis ke menteri itu seakan-akan menyuruh diam. Menteri pun ketakutan
dan langsung terdiam.
Disuatu pagi berangkatlah raja
beserta beberapa pasukan kerajaan dan tentu saja bersama si Belang Uyang juga. Sesampai
di depan hutan mereka dihadang oleh sekawanan anjing liar. Seolah-olah kawanan
anjing tersebut mencegah rombongan kerajaan untuk masuk hutan. Sang Raja
menyuruh pasukannya untuk siaga kalau kawanan anjing tersebut menyerang. Semua
pasukan mengarahkan senjatanya ke arah kawanan anjing liar tersebut. Begitu pun
si Belang Uyang, sudah dari awal melompat dari kereta Sang Raja dan menyalak
bengis kehadapan kawanan anjing tersebut. Begitu salah satu dari kawanan
tersebut mencoba menerkam kesalah satu prajurit, seketika Belang Uyang
menghadang dan membunuh anjing tersebut. Melihat salah satu kawannya terbunuh,
semua kawanan anjing liar tersebut menyerang. Tombak dan panah pun dilempar dan
ditembakkan ke arah kawanan anjing. Dilain sisi si Belang Uyang dengan brutal
membantai kawanan anjing tersebut sehingga jumlah mereka berkurang drastis.
Sisa kawanan anjing lainnya memilih kabur masuk ke dalam hutan. Melihat si
Belang Uyang dengan gagahnya menghajar kawanan anjing itu, raja begitu bangga
dan dengan gagah memerintahkan pasukannya untuk masuk kedalam hutan untuk
memburu hewan seganas apapun di hutan itu.
Sesampai di dalam hutan, raja
mengambil busur dan anak panah perlengkapan berburunya. Dan memerintahkan si
Belang Uyang untuk mengendus dan melacak hewan buruan. Dari kejauhan
terdengarlah auman harimau yang membuat seluruh pasukan kerajaan kaget dan
merinding. Seketika si Belang Uyang menyalak dan melompat kearah semak-semak. Disanalah tampak keluar seekor
harimau yang besar dengan mulut menganga yang siap menerkam apa saja. Terlihat
harimau tersebut bersama beberapa kawanan anjing liar. Ternyata kawanan anjing
tersebut adalah yang menyerang rombongan kerajaan di pinggiran hutan
sebelumnya. Raja menerka kawanan anjing tersebutlah yang melapor ke si harimau
bahwa akan ada rombongan yang akan masuk hutan. Karena mereka kalah maka mereka
mengadu ke si harimau tersebut. Raja juga berpikir ternyata mitos ada seekor
harimau yang menguasai hutan tersebut ternyata benar. Raja pun sekarang makin
tertantang dengan adanya harimau dihadapannya dan mengarahkan anak panahnya ke
arahnya. Begitu Sang Raja melepas anak panahnya, panah tersebut menancap tepat
dileher si harimau. Tapi harimau itu tetap berdiri dengan tegap dan mencabut
anak panah tersebut dengan cakarnya. Merasa terancam, harimau itu melompat ke
arah kereta Sang Raja. Pasukan kerajaan berusaha menghalangi namun tidak bisa
melawan keganasan harimau tersebut. Raja melihat beberapa pasukannya terluka
parah dan karena merasa ketakutan, raja pun bersiul untuk memanggil si Belang
Uyang yang sedang sibuk melawan kawanan anjing liar. Begitu dia melihat celah,
si Belang Uyang berlari dan melompat menerkam si harimau. Si harimau meladeni
dengan membalas mencakar si Belang Uyang. Terjadilah pertarungan yang begitu
sengit antara si Belang Uyang dengan si Harimau.
Dikejauhan diantara semak-semak
terlintas ada seekor hewan yang mengintai atau mengintip. Seakan-akan mengintai
pertarungan yang sedang terjadi. Sang Raja melihat gerak-gerik hewan tersebut
dan mengambil busur lalu melepaskan anak panahnya ke arah hewan tersebut. Kemudian
keluarlah hewan tersebut dari persembunyiannya yang ternyata hewan tersebut
adalah seekor trenggiling. Sang Raja kecewa karena dikira hewan tersebut adalah
seekor hewan yang lebih besar yang setidaknya bisa dibawa pulang dagingnya.
Melihat hewan tersebut hanyalah seekor trenggiling, raja membiarkan dan
melepasnya karena hewan tersebut tidak ada istimewanya menurutnya.
Disisi lain pertarungan si Belang
Uyang dengan si harimau masih berlangsung. Mereka sama imbang dan tubuh mereka
sudah banyak luka. Namun si harimau mulai kehabisan tenaga dan berbanding
terbalik dengan si Belang Uyang yang masih enerjik dan terlihat masih kokoh
untuk berdiri. Melihat si harimau sudah terlihat lemah, raja mengangkat
busurnya dan melepaskan anak panahnya tepat ke jantung si harimau. Harimau
roboh dan masih berusaha untuk bangun. Si Belang Uyang mencakar leher si
harimau dan membuat si harimau tidak bisa bangun lagi. Si harimau pun mati dan
Sang Raja bersorak gembira bersama pasukannya. Raja membawa mayat harimau
tersebut ke istana kerajaan dan memamerkan ke rakyatnya. Raja berkata hutan
yang selama ini dikenal angker dan ditakuti masyarakat telah ditaklukkannya. Dia
juga memuji setinggi langit si Belang Uyang yang berperan besar atas kejadian
itu. Untuk merayakan kejadian itu, raja mengumumkan untuk merayakan kejadian
itu, dia akan mengadakan pesta besar-besaran dan akan mengundang tamu-tamu
besar.
Didalam hutan terlihat kawanan
anjing liar yang masih tersisa. Mereka sangat sedih kehilangan si harimau yang
selama ini melindungi mereka dari para pemburu. Hewan-hewan lainnya menghampiri
mereka dan terlihat juga begitu sedih. Karena hutan tempat tinggal mereka
selama ini yang aman, sekarang terasa tidak aman lagi setelah kepergian si
harimau. Kemudian muncullah si trenggiling yang sempat terlihat saat
pertempuran. Trenggiling tersebut bernama “I Klesih”. I Klesih berusaha
menenangkan hewan-hewan lainnya. Dia bercerita kalau dia terus memantau saat
pertarungan si Belang Uyang dan harimau terjadi. Dia melihat sesuatu yang
janggal. Dia melihat saat si harimau mencakar si Belang Uyang, si Belang Uyang
seolah-olah tidak merasa kesakitan. Padahal sudah jelas si harimau sempat
mencakar dan merobek leher si Belang Uyang. Tapi lehernya terlihat sembuh
sendiri. Dia juga melihat kearah manapun di harimau mencakar, belangnya si
Belang Uyang terus berpindah-pindah menghindari cakaran si Harimau. I Klesih
menerka bahwa belangnya itulah pusat kekuatan sekaligus kelemahan si Belang
Uyang. Seakan-akan si Belang Uyang bisa memindahkan belangnya sesuai
keinginannya. Disana i Klesih menceritakan dan berniat balas dendam ke si
Belang Uyang. Namun hewan lainnya mengabaikannya karena melihat mata si Belang
Uyang saja mereka sudah merinding. Apalagi i Klesih hewan yang kecil. Mana bisa
dia balas dendam, begitu pikir mereka.
Mendengar hewan-hewan lainnya
seperti itu, i Klesih memutuskan untuk pergi sendiri ke istana kerajaan untuk
membalas kematian si harimau. Sesampai di istana, Klesih mencari jalan pintas
untuk sampai di ruangan Sang Raja dimana si Belang Uyang juga pasti disana. Dan
akhirnya i Klesih sampai diatas langit-langit kerajaan untuk memantau keadaan.
Sayangnya i Klesih datang pada waktu yang kurang tepat, dia tidak tahu hari itu
sedang ada pesta besar-besaran perayaan Sang Raja yang sukses membunuh si
harimau yang menguasai hutan yang konon ditakuti oleh masyarakat. I Klesih pun
harus menunggu saat yang tepat untuk beraksi. Dia tetap diam disela
langit-langit ruangan itu. Namun sayangnya, si Belang Uyang menyadari sesuatu.
Dia mencium bau yang aneh dari langit-langit ruangan itu. Dia menyalak dan
menggonggong kearah i Klesih bersembunyi. Raja pun kaget mendengar gonggongan
si Belang Uyang. Raja menoleh keatas kearah penglihatan si Belang Uyang. Namun Raja tidak melihat apapun, mungkin cuma cicak
atau tikus, pikir Raja. Karena pesan si Belang Uyang tidak direspon oleh Raja,
si Belang Uyang emosi dan makin menyalak ke arah langit-langit memberi tanda ke
Raja. Sang Raja kembali menoleh keatas dan tidak terlihat apapun. Karena makin
emosi, belang si Belang Uyang pun berpindah ke kepalanya tanpa dia sadar.
Karena emosi, belangnya tersebut tepat berada di dahinya. Melihat hal tersebut i
Klesih mendapatkan ide. Dia keluar dari persembunyiannya dan merayap disela
langit-langit menuju langit-langit ruangan yang tepat berada di atas meja
hidangan makanan, tempat para tamu undangan kerajaan menyantap makanannya. Si
Belang Uyang pun mengikuti arah kemana i Klesih berlari. Dan sampailah i Klesih
berada di langit-langit ruangan tepat diatas meja makan, seketika si Belang
Uyang naik ke meja makan tepat saat tamu sedang menikmati hidangan. Para tamu
pun seketika kaget sembari mengumpat ke anjing tersebut. Sang Raja merasa malu
dan berusaha mengusir si Belang Uyang dari atas meja. Suasana semakin kacau
setelah si Belang Uyang melompat-lompat diatas meja melihat ada seekor binatang
di langit-langit ruangan. Raja mulai gusar dan marah melihat si Belang Uyang
tidak menghiraukan perintahnya. Seketika Raja mengambil sebuah tombak dari
prajurit disampingnya dan memukul kepala si Belang Uyang. Si Belang Uyang pun
sempoyongan dan terjatuh dari atas meja. Sang Raja merasa kaget dengan
tindakannya dan meratapi si Belang Uyang yang lemas lunglai terkapar dilantai.
Diangkatlah kepala si Belang Uyang oleh Sang Raja dan melihat bekas pukulannya
tepat di belangnya pusat kekuatan dan sekaligus kelemahan si Belang Uyang.
Perlahan-lahan nafas si Belang Uyang mulai tersendat dan akhirnya si Belang
Uyang mati ditangan majikannya sendiri.
Sambil menyesali perbuatannya,
Sang Raja menengok keatas, mencari sebab apa sebenarnya yang diincar oleh si
Belang Uyang. Sang Raja melihat seekor trenggiling nyempil diantara
langit-langit ruangan. Raja tersadar trenggiling tersebut adalah trenggiling
yang sempat dilihat dan hampir dibunuhnya saat di hutan. Seketika dia tersadar
akan dosa-dosa yang selama ini diperbuatnya. Tersadar akan kekejaman-kekejaman
yang dilakukannya bersama si Belang Uyang. Dimana hewan kesayangannya mati
ditangannya sendiri. Raja pun meminta maaf kepada rakyatnya dan juga berjanji
tidak akan mengganggu kehidupan hutan lagi.
Disini kita belajar, sekuat
apapun kita dan sebesar apapun kekuasaan kita, sudah pasti ada kelemahannya
atau sudah pasti ada akhirnya. Walaupun akhir dari semua itu datang tanpa kita
duga dan tanpa kita sangka. Maka dari itu, sekuat apapun kita, kita harus bisa
rendah diri dan teruslah berbuat baik kepada siapa atau apapun di dunia ini.
Rahayu
nb. Referensi dari cerita kakek saya.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar