Sabtu, 22 Januari 2022

Si Ayam dan Si Itik

Diceritakan di sebuah hutan hiduplah seekor ayam dan itik. Mereka bersahabat dari kecil dan sudah seperti saudara. Apapun keperluannya, mereka selalu pergi berdua. 

Suatu  ketika saat menjelang senja, mereka sedang makan dan saling bercekerama. Saat matahari mulai tenggelam, si ayam mau kembali ke rumahnya. Dengan alasan saat senja, maka penglihatan matanya akan sedikit kabur. Namun si itik mencegahnya, dengan membilang nanti dia lah yang akan mengantarnya pulang. Karena si itik masih ingin bercengkerama sambil menghabiskan senja. Si ayam akhirnya membatalkan niatnya untuk pulang lebih awal dan memutuskan menemani sahabatnya itu. Si itik kemudian kepikiran kenapa kalau senja hari penglihatan si ayam menjadi kabur atau rabun. Si ayam menjawab bahwa mungkin itu memang kekurangan yang diberikan oleh sang Pencipta. Namun si ayam mengatakan selain kekurangan itu, disisi lain dia mempunyai kelebihan yaitu dia mempunyai selaput dikaki beserta tanduk dikaki. Dia mengatakan dia bisa berenang di air dengan selaput kakinya itu dan juga bisa melawan musuh dengan tanduk dikakinya. Si ayam juga mengatakan dia diberi satu kekurangan, namun dia juga punya dua kelebihan.

Si itik melihat ke sekeliling kakinya, dia tidaklah punya selaput dan tanduk seperti si ayam. Dia pun menggerutu kenapa sang Pencipta tidak memberikan kelebihan kepadanya. Si ayam pun tertawa, dan membilang walaupun si itik tidak mempunyai selaput dan tanduk dikaki, bukankah dia juga tidak mempunyai kekurangan seperti rabun seperti dirinya. Bahkan si itik mempunyai kelebihan pada paruhnya. Dimana paruhnya bisa membedakan makanan yang ada didalam lumpur. Mereka pun akhirnya tertawa dan si itik berlagak sombong kalau dirinya punya kelebihan tanpa kekurangan.

Hari sudah mulai malam, mereka pun akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Seperti janjinya, si itik akhirnya mengantar si ayam sampai di rumahnya. Mereka pun akhirnya berpisah dan menuju rumah masing-masing. Di malam itu, si itik sampai di rumahnya sembari merenungkan obrolannya dengan si ayam tadi. Dia kembali berpikir, kenapa dia tidak punya selaput dan tanduk seperti di kaki si ayam. Bagaimana seandainya jika ada hewan lain yang memburunya, bagaimana dia bisa melawan hewan tanpa senjata seperti tanduk. Bagaimana kalau terjadi banjir, bagaimana dia bisa lolos dari banjir sedangkan dia tidak punya selaput kaki untuk berenang. Pikiran si itik menjadi kemana-mana malam itu.

Saat pagi tiba, mereka kembali bertemu. Mereka berencana mau ketepian sungai untuk mencari minum sambil membersihkan diri mereka. Sesampai di tepian sungai, tiba-tiba terdengar suara mendengus. Seketika si ayam dan si itik kaget dan melompat ke sungai karena ada seekor musang menerkam ke arah mereka. Si ayam berenang di sungai namun si itik terbawa arus sungai karena tidak bisa berenang. Si ayam pun segera berenang ke arah si itik untuk menyelamatkannya. Akhirnya si itik berhasil diselamatkan oleh si ayam. Mereka pun menepi ke sisi sungai seberang untuk menjauh dari kejaran si musang. Si ayam kemudian berusaha menakut-nakuti si musang dengan memamerkan tanduk dikakinya sembari mengambil ancang-ancang untuk segera melompat. Karena ancaman si ayam itu, akhirnya si musang kabur ke dalam hutan.

Si itik akhirnya merasa lega karena si musang sudah pergi. Sembari mengucapkan terima kasih kepada si ayam. Si ayam pun membalasnya sembari menenangkan sahabatnya itu. Si itik merenung seandainya dia punya selaput dan tanduk dikaki, pasti dia bisa melawan si musang itu. Si ayam melihat si itik termenung dan menerka pikiran sahabatnya itu. Si ayam membilang tidak usah berpikir seandainya dia punya selaput dan tanduk dikaki. Si ayam pun menjamin akan melindungi si itik apapun terjadi. Si itik tersenyum lega, namun si itik mempunyai niatan lagi. Si itik berniat meminjam selaput dan tanduk kaki si ayam. Agar dia bisa merasakan bagaimana rasanya mempunyai kedua benda tersebut. Si ayam merasa ragu akan permintaan si itik. Si itik pun merayu dan berjanji dia hanya meminjam sebentar dan akan langsung mengembalikan setelah dia merasakan bagaimana rasa mempunyai selaput dan tanduk kaki. Si ayam akhirnya mengikuti keinginan sahabatnya itu, tapi hanya meminjamkan selaput kaki saja, karena dia sulit melepaskan tanduk dikakinya itu.

Berhasillah si itik meminjam selaput kaki si ayam. Dengan kegirangan si itik melompat ke sungai dengan riang. Sambil bersorak-sorak dia makin kearah tengah bagian sungai. Si ayam pun memperingatinya agar segera mengembalikan selaput kaki miliknya. Namun si itik bilang lagi sebentar. Hari semakin sore si itik malah berenang makin jauh. Si ayam mengejarnya dari tepi sungai sembari menyuruh si itik mengembalikan selaput kaki miliknya. Namun si itik tetap cuek dan mengacuhkan si ayam. Disanalah si ayam mulai kesal dan geram. Si ayam mengancam jika si itik tidak mengembalikan selaput kakinya, maka si ayam akan mengutuk si itik agar keturunannya nanti akan selalu mengejar keturunan si itik untuk menagih selaput kaki miliknya. 

Nb. Nah, demikianlah dongeng antara si ayam dan si itik. Sampai saat ini pun jika kita melihat ayam bertemu dengan itik, si ayam pasti akan mengejar-ngejar si itik. Begitulah cocokologi yang tepat antara cerita diatas dengan fakta sebenarnya. Cerita ini hanya dongeng belaka, yang saya sempat karang waktu saya masih SD karena melihat setiap ada ayam ketemu dengan itik, si ayam pasti akan mengejar itik tersebut. 

Minggu, 16 Januari 2022

Padanda Baka

Diceritakan ada sebuah kolam di suatu desa. Kolam tersebut sangat luas dan asri. Dihuni beraneka ragam ikan dan sejenisnya. Kolam tersebut dikenal bernama kolam Kumudana.

Suatu ketika ada seekor burung bangau melintas terbang diatas kolam tersebut. Burung bangau itu memakai pakaian atau jubah seperti Pedanda (Pendeta dalam Ajaran Hindu). Sekilas dia melihat ada banyak ikan di kolam tersebut. Melihat ada ikan disana, si Bangau pun turun dan hinggap di sebuah batu. Seketika ikan-ikan kabur menyelam ke kedalaman karena takut dimangsa oleh bangau itu.

Si bangau kemudian berkata bahwa dia tidaklah ingin memangsa ikan-ikan tersebut. Dia bercerita dia bukanlah bangau biasa. Bisa dilihat dari jubah yang dipakainya. Dia mengatakan bahwa dia adalah seorang pendeta. Pendeta tidaklah akan memakan ikan karena itu bertentangan dengan ajarannya. Melihat si bangau berkata seperti itu, para ikan pun muncul ke permukaan kolam karena tertarik mendengar cerita si bangau.

Si bangau melanjutkan ceritanya, dia menjadi pendeta karena dulu dia pernah sakit. Setelah dia mencari penyebab penyakitnya, muncullah wahyu dari Tuhan bahwa sakitnya karena dia selalu memangsa ikan. Kemudian berhentilah dia memangsa ikan dan jadilah dia orang suci atau pendeta. Para ikan dan penghuni kolam lainnya terkesima dengan cerita si bangau. Dan percaya bahwa si bangau itu bukanlah seperti bangau lainnya. Setelah bercerita, pergilah si bangau dari kolam tersebut dan membilang ke para ikan-ikat tersebut dia mau menyebarkan ajaran-ajaran kebaikan.

Keesokan harinya, si bangau kembali datang ke kolam tersebut dan para ikan pun menyambutnya berharap diceritakan ajaran-ajaran kebaikan. Namun wajah si bangau terlihat pucat. Si ikan pun menanyakan ada apa gerangan. Si bangau bercerita bahwa baru saja dia mendengar percakapan dua orang manusia. Katanya lagi seminggu, mereka akan menguras air kolam tersebut dan menangkap semua ikan-ikan yang ada. Para ikan pun kaget mendengar ucapan si bangau dan belum sepenuhnya percaya. Kemudian si bangau meyakinkan para ikan bahwa ajaran dan ucapan pendeta tidaklah boleh berbohong. Karena bertentangan dengan kebaikan. Para ikan pun percaya dan memohon jalan keluar agar mereka tetap hidup. Si bangau pun menenangkan para  ikan dan berjanji akan menolong mereka. Si bangau pun pergi sembari bilang akan datang lagi untuk membawa solusi.

Seiring berjalannya waktu, si bangau datang lagi ke kolam Kumudana. Dia disambut penuh harapan oleh para ikan. Si bangau berkata ada sebuah kolam yang begitu luas dan asri dekat pegunungan. Tidak kalah asri dengan kolam Kumudana. Dia berencana akan membawa ikan tersebut satu-persatu ke kolam tersebut. Para ikan pun merasa lega dan bersyukur. Si bangau berjanji mulai keesokan harinya dia akan memindahkan para ikan satu-persatu.

Tibalah hari dimana si bangau akan memindahkan ikan-ikan tersebut. Para ikan tidak sabar dan berebutan meminta paling pertama. Dan disela-sela itu, ada seekor kepiting juga meminta agar dipindahkan paling pertama. Si bangau meminta agar si kepiting agar diangkut paling terakhir saja. Si bangau beralasan bahwa si manusia pasti akan menangkap para ikan terlebih dahulu dan si kepiting juga masih bisa bersembunyi didalam tanah. Diangkutlah satu persatu ikan tersebut oleh si bangau dengan memakai paruhnya dan terbang menuju kolam yang baru.

Kemudian tibalah giliran si kepiting untuk diangkut. Seperti sebelumnya si bangau memakai paruhnya untuk membawa si kepiting. Namun si kepiting terus terlepas karena tubuhnya yang keras. Si bangau menyarankan agar si kepiting memeluk leher dirinya yang panjang saja agar tidak terjatuh. Si kepiting pun melingkarkan kedua capitnya keleher si Bangau. Kemudian terbanglah mereka menuju kolam yang dituju.

Diperjalanan, dari udara si kepiting iseng menoleh kebawah. Si kepiting kaget melihat banyak tulang ikan berserakan didaratan. Si kepiting mulai curiga akan tingkah laku si bangau. Dia curiga bahwa si bangau tidaklah memindahkan para ikan melainkan memangsanya. Berarti selama ini apa yang diceritakan si bangau tidaklah benar. Dia memakai pakaian pendeta hanyalah untuk menipu para ikan agar percaya bahwa dia adalah orang suci. Karena merasa kesal karena telah ditipu, si kepiting pun tiba-tiba mencapit leher si bangau dan menanyakan kemana ikan-ikan tersebut dibawa. Si bangau mengerang kesakitan sembari membilang bahwa para ikan telah sampai di kolam didekat pegunungan. Namun si kepiting tidak percaya dan mencapit lebih keras sembari bertanya kenapa dibawah banyak sekali tulang-tulang ikan. Si bangau kembali berkelit bahwa itu tulang-tulang ikan lain yang dimangsa oleh bangau lain. Si kepiting  tetap tidak percaya karena tulang-tulang tersebut terlihat masih baru seperti ikan yang baru saja dimakan. Si kepiting mencapit leher si bangau lebih keras dan menyuruhnya mendarat. Si bangau pun menurutinya sembari meringis kesakitan. Si kepiting meminta agar si bangau jujur saja daripada lehernya putus. Si bangau pun mengaku bahwa dia telah memangsa semua ikan dan kolam yang dijanjikannya hanya sebuah kebohongan. Dia pun mengaku dia bukanlah pendeta. Jubah yang dipakainya hanyalah kedok agar dia bisa dipercaya oleh siapapun. Si kepiting kemudian mencapit leher si bangau sampai putus karena merasa kesal. Si bangau pun akhirnya mati ditangan si kepiting.

Di Bali khususnya di Agama Hindu bangau tersebut disebut Padanda Baka. Bisa diartikan pendeta pembohong atau dusta. Ini sering diceritakan turun-temurun oleh para tetua di Bali kecucu-cucunya. Agar kita tidak mudah percaya kepada orang yang terlihat baik atau terlihat suci. Karena kadang-kadang pakaian bisa menipu kita. Dengan kedok yang terlihat suci, bisa saja dipakai untuk menipu dan mempermainkan orang. Begitulah kira-kira pelajaran yang bisa dipetik dari cerita dongeng diatas.

Salam Rahayu.

Nb. Referensi dari cerita kakek saya.

Sabtu, 15 Januari 2022

Mitos-mitos Orang Jaman Dulu di Bali

 Masa-masa kecil saya tinggal di sebuah desa bernama desa Laplapan yang berada di daerah kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Masa itu saya lebih sering berinteraksi bersama nenek dan kakek saya. Karena kedua orang tua saya sehari-harinya bekerja. Pada masa itu sering saya dapat nasehat-nasehat dari nenek maupun kakek saya. Termasuk larangan-larangan yang kurang bisa dicerna atau bisa disebut mitos. Seperti kebanyakan orang tua jaman dulu sering kali mitos ini diutarakan tanpa alasan yang jelas, lebih sering kita diberi alasan berupa kalimat “mule keto” atau memang seperti itu.

Berikut adalah mitos-mitos orang tua jaman dulu di Bali:

1. Tidak boleh duduk diatas talenan, katanya nanti pantatnya bisa sebesar talenan. Talenan biasanya digunakan untuk alas memotong bahan-bahan masakan didapur. Untuk alas memotong daging, sayur maupun bumbu-bumbu masakan. Tidak ada relevansinya kalau kita duduk diatas talenan maka pantat bisa sebesar talenan. Padahal logikanya, talenan bukanlah alat untuk diduduki. Jika pun kita duduk diatas talenan, itu sangatlah bisa berbahaya, karena sering kali talenan digunakan untuk alas memotong bumbu-bumbu masakan, maka pantat kita bisa nyeri atau panas karena bekas bumbu-bumbu dapur.

2. Tidak boleh duduk diatas bantal tidur, nanti bisa bisul. Bisul adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi pada kulit yang menyebabkan permukaan kulit bengkak dan biasa muncul diarea dubur. Ini juga tidak ada korelasinya antara bantal dan bisul. Ini sebanarnya masalah etika saja. Bantal tidur yang seharusnya diperuntukan untuk alas kepala saat tidur, sudah pasti tidak etis untuk diduduki.

3. Orang hamil tidak boleh duduk diambang pintu, nanti anaknya sulit lahir. Kalau sulit lahir, bukankah sekarang ada yang namanya operasi caesar (hehehe). Orang biasa yang duduk diambang pintu juga sebenarnya kalau bisa janganlah duduk diambang pintu, karena akan menghalangi orang yang mau lewat. Apalagi orang yang sedang hamil, ya kan. 

4. Jangan duduk dibawah pohon dimalam hari, nanti diculik kuntilanak. Siapa juga ingin duduk-duduk dibawah pohon dimalam hari, sudah dingin bisa digerayangi nyamuk juga. Selain itu juga ada jawaban yang lebih alamiah. Yaitu karena tumbuhan pada malam hari akan menghisap oksigen juga seperti manusia. Beda kalau saat siang hari dimana tumbuhan akan menghisap karbon dioksida. Maka dari itu saat kita duduk dibawah pohon dimalam hari, akan terjadi perebutan oksigen secara tidak langsung. Yang menyebabkan sistem pernafasan kita jadi kurang normal.

5. Kalau makan jangan sampai sisa, nanti ayamnya mati. Padahal kalau sisa, makanannya bisa dikasi ayam dan tidak mungkin matilah secara logika. Ini lebih menekankan janganlah menyisakan makanan saat makan karena kita harus lebih menghargai makanan atau rejeki.

6. Tidak boleh potong kuku dimalam hari, nanti bisa putus dengan orang tua. Lagi-lagi tidak ada relevansinya. Padahal alasannya jika potong kuku dimalam hari itu terlalu bahaya, karena kurang optimalnya cahaya dimalam hari walaupun ada lampu, maka bisa saja akan melukai jari kita.

7. Tidak boleh duduk diatas lesung, nanti pantat bisa sebesar lesung. Ini sama sih dengan poin nomor satu penjelasannya. Lesung adalah alat atau media yang digunakan untuk menumbuk padi untuk mejadi beras, juga kadang-kadang digunakan untuk menumbuk kopi bahkan lesung yang kecil dipakai juga untuk menumbuk bumbu-bumbu masakan.

8. Tidak boleh meludah keorang lain, nanti bisa tumbuh kutil. Meludah ke orang memang tidak boleh sih karena tidak sopan sama sekali tanpa harus diancam-ancam bisa tumbuh kutil.

9. Tidak boleh menanam tanaman obat, nanti bisa ada keluarga yang sakit. Mungkin maksudnya jika kita menanam tanaman obat, bisa saja kita tersugesti bahwa suatu saat kita pasti akan sakit. Padahal jika kita menanam tanaman obat itu bagus, apalagi kalau tahu penggunaannya. Semisal kita menanam jahe atau ginseng. Itu bagus untuk ramuan minuman untuk sehari-hari.

10. Kalau membaca suatu bacaan, tidak boleh setengah-setengah, nanti ilmu pengetahuan kita bisa hilang. Disini maksudnya jangan membaca sesuatu itu tidak sampai selesai, nanti isi dari bacaan tersebut cuma setengah yang kita serap. Dan bisa saja kita sampaikan ke orang lain menjadi tidak jelas dan mengaburkan maksud dari bacaan tersebut.

Demikianlah mitos-mitos yang sering saya dengar dari tetua-tetua kita di Bali. Maksud mereka sebernarnya baik untuk kita. Agar kita bisa menjadi manusia yang lebih baik dan berguna bagi kehidupan kita. Namun jika dicerna, alasan-alasan yang mereka berikan memang kadang tidak masuk akal dan menggelitik. Namun bagaimana pun, maksud dan tujuannya adalah untuk kebaikan kita sebagai penerus mereka. Mungkin ada mitos-mitos lain dari pembaca, silahkan ditambahkan dikolom komentar.

Terima Kasih.

Sabtu, 08 Januari 2022

Belang Uyang

Diceritakan ada sebuah kerajaan yang maha besar di sebuah negeri. Sang Raja yang memimpin kerajaan tersebut dikenal bertangan besi atau kejam dikepemimpinannya. Rakyatnya cuma diperalat dengan menarik begitu banyak upeti disetiap usaha mereka. Banyak cara yang dilakukan untuk mengkudeta Sang Raja. Namun tidak pernah berhasil malah mereka dihukum mati bagi siapapun berani melawan Sang raja. Dibalik kekejamannya, Sang Raja memelihara seekor anjing. Konon katanya anjing inilah jadi jimat keberuntungan Sang Raja. Dimana anjing inilah yang selalu pertama mengendus jika Sang Raja dalam keadaan bahaya. Anjing ini diberi nama Si Belang Uyang.

Belang Uyang adalah anjing yang berbadan tinggi tegap, berwarna hitam dengan taring yang selalu keluar dari mulutnya. Air liurnya selalu menetes dari sela-sela taringnya. Siapa pun melihat anjing ini pasti seketika merasa ketakutan. Belang Uyang mempunyai ciri-ciri yang begitu khas. Yaitu warna belang putih di tubuhnya yang konon bisa berpindah-pindah posisinya. Dari sanalah namanya berasal, Belang yang mencirikan ada corak warna lain ditubuhnya, dan Uyang dalam Bahasa Bali berarti berpindah-pindah tempat.

Belang Uyang ini selalu berada disisi raja. Kemana pun raja berpergian dia selalu ikut seperti menteri-menteri raja lainnya. Disuatu hari raja ingin berburu ke sebuah hutan. Namun hutan tersebut dikenal sangat berbahaya. Konon katanya hutan tersebut dihuni oleh seekor harimau yang begitu ganas. Bahkan sering ada pemburu yang hilang di hutan tersebut yang katanya pasti dimakan oleh si harimau tersebut. Bahkan penduduk sekitar meyakini harimau itu adalah raja dari hutan tersebut. Para menteri raja sudah memperingatkan bahwa hutan tersebut sangat berbahaya. Namun raja malah merasa tertantang. Apalagi ada si Belang Uyang yang selalu ada disampingnya. Dimana raja selalu percaya kepada jimat keberuntungannya tersebut. Melihat raja terlalu percaya diri, ada seorang menteri memperingatkan sekali lagi karena takut akan keselamatan raja. Tiba-tiba si Belang Uyang mengeram bengis ke menteri itu seakan-akan menyuruh diam. Menteri pun ketakutan dan langsung terdiam.



Disuatu pagi berangkatlah raja beserta beberapa pasukan kerajaan dan tentu saja bersama si Belang Uyang juga. Sesampai di depan hutan mereka dihadang oleh sekawanan anjing liar. Seolah-olah kawanan anjing tersebut mencegah rombongan kerajaan untuk masuk hutan. Sang Raja menyuruh pasukannya untuk siaga kalau kawanan anjing tersebut menyerang. Semua pasukan mengarahkan senjatanya ke arah kawanan anjing liar tersebut. Begitu pun si Belang Uyang, sudah dari awal melompat dari kereta Sang Raja dan menyalak bengis kehadapan kawanan anjing tersebut. Begitu salah satu dari kawanan tersebut mencoba menerkam kesalah satu prajurit, seketika Belang Uyang menghadang dan membunuh anjing tersebut. Melihat salah satu kawannya terbunuh, semua kawanan anjing liar tersebut menyerang. Tombak dan panah pun dilempar dan ditembakkan ke arah kawanan anjing. Dilain sisi si Belang Uyang dengan brutal membantai kawanan anjing tersebut sehingga jumlah mereka berkurang drastis. Sisa kawanan anjing lainnya memilih kabur masuk ke dalam hutan. Melihat si Belang Uyang dengan gagahnya menghajar kawanan anjing itu, raja begitu bangga dan dengan gagah memerintahkan pasukannya untuk masuk kedalam hutan untuk memburu hewan seganas apapun di hutan itu.

Sesampai di dalam hutan, raja mengambil busur dan anak panah perlengkapan berburunya. Dan memerintahkan si Belang Uyang untuk mengendus dan melacak hewan buruan. Dari kejauhan terdengarlah auman harimau yang membuat seluruh pasukan kerajaan kaget dan merinding. Seketika si Belang Uyang menyalak dan melompat kearah  semak-semak. Disanalah tampak keluar seekor harimau yang besar dengan mulut menganga yang siap menerkam apa saja. Terlihat harimau tersebut bersama beberapa kawanan anjing liar. Ternyata kawanan anjing tersebut adalah yang menyerang rombongan kerajaan di pinggiran hutan sebelumnya. Raja menerka kawanan anjing tersebutlah yang melapor ke si harimau bahwa akan ada rombongan yang akan masuk hutan. Karena mereka kalah maka mereka mengadu ke si harimau tersebut. Raja juga berpikir ternyata mitos ada seekor harimau yang menguasai hutan tersebut ternyata benar. Raja pun sekarang makin tertantang dengan adanya harimau dihadapannya dan mengarahkan anak panahnya ke arahnya. Begitu Sang Raja melepas anak panahnya, panah tersebut menancap tepat dileher si harimau. Tapi harimau itu tetap berdiri dengan tegap dan mencabut anak panah tersebut dengan cakarnya. Merasa terancam, harimau itu melompat ke arah kereta Sang Raja. Pasukan kerajaan berusaha menghalangi namun tidak bisa melawan keganasan harimau tersebut. Raja melihat beberapa pasukannya terluka parah dan karena merasa ketakutan, raja pun bersiul untuk memanggil si Belang Uyang yang sedang sibuk melawan kawanan anjing liar. Begitu dia melihat celah, si Belang Uyang berlari dan melompat menerkam si harimau. Si harimau meladeni dengan membalas mencakar si Belang Uyang. Terjadilah pertarungan yang begitu sengit antara si Belang Uyang dengan si Harimau.

Dikejauhan diantara semak-semak terlintas ada seekor hewan yang mengintai atau mengintip. Seakan-akan mengintai pertarungan yang sedang terjadi. Sang Raja melihat gerak-gerik hewan tersebut dan mengambil busur lalu melepaskan anak panahnya ke arah hewan tersebut. Kemudian keluarlah hewan tersebut dari persembunyiannya yang ternyata hewan tersebut adalah seekor trenggiling. Sang Raja kecewa karena dikira hewan tersebut adalah seekor hewan yang lebih besar yang setidaknya bisa dibawa pulang dagingnya. Melihat hewan tersebut hanyalah seekor trenggiling, raja membiarkan dan melepasnya karena hewan tersebut tidak ada istimewanya menurutnya.

Disisi lain pertarungan si Belang Uyang dengan si harimau masih berlangsung. Mereka sama imbang dan tubuh mereka sudah banyak luka. Namun si harimau mulai kehabisan tenaga dan berbanding terbalik dengan si Belang Uyang yang masih enerjik dan terlihat masih kokoh untuk berdiri. Melihat si harimau sudah terlihat lemah, raja mengangkat busurnya dan melepaskan anak panahnya tepat ke jantung si harimau. Harimau roboh dan masih berusaha untuk bangun. Si Belang Uyang mencakar leher si harimau dan membuat si harimau tidak bisa bangun lagi. Si harimau pun mati dan Sang Raja bersorak gembira bersama pasukannya. Raja membawa mayat harimau tersebut ke istana kerajaan dan memamerkan ke rakyatnya. Raja berkata hutan yang selama ini dikenal angker dan ditakuti masyarakat telah ditaklukkannya. Dia juga memuji setinggi langit si Belang Uyang yang berperan besar atas kejadian itu. Untuk merayakan kejadian itu, raja mengumumkan untuk merayakan kejadian itu, dia akan mengadakan pesta besar-besaran dan akan mengundang tamu-tamu besar.

Didalam hutan terlihat kawanan anjing liar yang masih tersisa. Mereka sangat sedih kehilangan si harimau yang selama ini melindungi mereka dari para pemburu. Hewan-hewan lainnya menghampiri mereka dan terlihat juga begitu sedih. Karena hutan tempat tinggal mereka selama ini yang aman, sekarang terasa tidak aman lagi setelah kepergian si harimau. Kemudian muncullah si trenggiling yang sempat terlihat saat pertempuran. Trenggiling tersebut bernama “I Klesih”. I Klesih berusaha menenangkan hewan-hewan lainnya. Dia bercerita kalau dia terus memantau saat pertarungan si Belang Uyang dan harimau terjadi. Dia melihat sesuatu yang janggal. Dia melihat saat si harimau mencakar si Belang Uyang, si Belang Uyang seolah-olah tidak merasa kesakitan. Padahal sudah jelas si harimau sempat mencakar dan merobek leher si Belang Uyang. Tapi lehernya terlihat sembuh sendiri. Dia juga melihat kearah manapun di harimau mencakar, belangnya si Belang Uyang terus berpindah-pindah menghindari cakaran si Harimau. I Klesih menerka bahwa belangnya itulah pusat kekuatan sekaligus kelemahan si Belang Uyang. Seakan-akan si Belang Uyang bisa memindahkan belangnya sesuai keinginannya. Disana i Klesih menceritakan dan berniat balas dendam ke si Belang Uyang. Namun hewan lainnya mengabaikannya karena melihat mata si Belang Uyang saja mereka sudah merinding. Apalagi i Klesih hewan yang kecil. Mana bisa dia balas dendam, begitu pikir mereka.

Mendengar hewan-hewan lainnya seperti itu, i Klesih memutuskan untuk pergi sendiri ke istana kerajaan untuk membalas kematian si harimau. Sesampai di istana, Klesih mencari jalan pintas untuk sampai di ruangan Sang Raja dimana si Belang Uyang juga pasti disana. Dan akhirnya i Klesih sampai diatas langit-langit kerajaan untuk memantau keadaan. Sayangnya i Klesih datang pada waktu yang kurang tepat, dia tidak tahu hari itu sedang ada pesta besar-besaran perayaan Sang Raja yang sukses membunuh si harimau yang menguasai hutan yang konon ditakuti oleh masyarakat. I Klesih pun harus menunggu saat yang tepat untuk beraksi. Dia tetap diam disela langit-langit ruangan itu. Namun sayangnya, si Belang Uyang menyadari sesuatu. Dia mencium bau yang aneh dari langit-langit ruangan itu. Dia menyalak dan menggonggong kearah i Klesih bersembunyi. Raja pun kaget mendengar gonggongan si Belang Uyang. Raja menoleh keatas kearah penglihatan si Belang Uyang. Namun  Raja tidak melihat apapun, mungkin cuma cicak atau tikus, pikir Raja. Karena pesan si Belang Uyang tidak direspon oleh Raja, si Belang Uyang emosi dan makin menyalak ke arah langit-langit memberi tanda ke Raja. Sang Raja kembali menoleh keatas dan tidak terlihat apapun. Karena makin emosi, belang si Belang Uyang pun berpindah ke kepalanya tanpa dia sadar. Karena emosi, belangnya tersebut tepat berada di dahinya. Melihat hal tersebut i Klesih mendapatkan ide. Dia keluar dari persembunyiannya dan merayap disela langit-langit menuju langit-langit ruangan yang tepat berada di atas meja hidangan makanan, tempat para tamu undangan kerajaan menyantap makanannya. Si Belang Uyang pun mengikuti arah kemana i Klesih berlari. Dan sampailah i Klesih berada di langit-langit ruangan tepat diatas meja makan, seketika si Belang Uyang naik ke meja makan tepat saat tamu sedang menikmati hidangan. Para tamu pun seketika kaget sembari mengumpat ke anjing tersebut. Sang Raja merasa malu dan berusaha mengusir si Belang Uyang dari atas meja. Suasana semakin kacau setelah si Belang Uyang melompat-lompat diatas meja melihat ada seekor binatang di langit-langit ruangan. Raja mulai gusar dan marah melihat si Belang Uyang tidak menghiraukan perintahnya. Seketika Raja mengambil sebuah tombak dari prajurit disampingnya dan memukul kepala si Belang Uyang. Si Belang Uyang pun sempoyongan dan terjatuh dari atas meja. Sang Raja merasa kaget dengan tindakannya dan meratapi si Belang Uyang yang lemas lunglai terkapar dilantai. Diangkatlah kepala si Belang Uyang oleh Sang Raja dan melihat bekas pukulannya tepat di belangnya pusat kekuatan dan sekaligus kelemahan si Belang Uyang. Perlahan-lahan nafas si Belang Uyang mulai tersendat dan akhirnya si Belang Uyang mati ditangan majikannya sendiri.

Sambil menyesali perbuatannya, Sang Raja menengok keatas, mencari sebab apa sebenarnya yang diincar oleh si Belang Uyang. Sang Raja melihat seekor trenggiling nyempil diantara langit-langit ruangan. Raja tersadar trenggiling tersebut adalah trenggiling yang sempat dilihat dan hampir dibunuhnya saat di hutan. Seketika dia tersadar akan dosa-dosa yang selama ini diperbuatnya. Tersadar akan kekejaman-kekejaman yang dilakukannya bersama si Belang Uyang. Dimana hewan kesayangannya mati ditangannya sendiri. Raja pun meminta maaf kepada rakyatnya dan juga berjanji tidak akan mengganggu kehidupan hutan lagi.

Disini kita belajar, sekuat apapun kita dan sebesar apapun kekuasaan kita, sudah pasti ada kelemahannya atau sudah pasti ada akhirnya. Walaupun akhir dari semua itu datang tanpa kita duga dan tanpa kita sangka. Maka dari itu, sekuat apapun kita, kita harus bisa rendah diri dan teruslah berbuat baik kepada siapa atau apapun di dunia ini.

Rahayu

nb. Referensi dari cerita kakek saya.

 

TAMAT

 

Selasa, 04 Januari 2022

Kapten I Wayan Dipta

Kapten I Wayan Dipta, mungkin orang-orang akan langsung berpikir nama tersebut adalah nama stadion markas dari klub sepak bola Bali United. Stadion yang berada di Desa Buruan, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar ini diresmikan oleh mantan Bupati Gianyar yaitu Cokorda Gede Budi Suryawan pada tahun 2003 silam. Saat itu stadion ini adalah markas dari klub sepak bola kebanggaan Kabupaten Gianyar yaitu Persegi Gianyar. Dan juga sempat digunakan oleh klub sepak bola Bali Devata yang berlaga di Liga Primer Indonesia pada tahun 2011. Sampai sekarang jika kita searching di internet pun yang akan keluar jika mengetik nama Kapten I Wayan Dipta yang keluar adalah stadionnya. Maka, siapakah Kapten I Wayan Dipta?

Kapten I Wayan Dipta adalah salah satu dari ribuan pahlawan asal Bali. Yang ikut berjuang pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Beliau dikenal dalam perang revolusi fisik di Bali dimana beliau berasal dari Banjar Teges Gianyar. Beliau juga merupakan Komandan Pemuda Republik Indonesia (PRI) Kabupaten Gianyar. Namun beliau gugur disaat usia masih sangat muda yaitu umur 20 tahun.

Pada saat revolusi fisik pasca kemerdekaan Negara Republik Indonesia, Kapten I Wayan Dipta selaku komandan PRI Kabupaten Gianyar ikut bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Beliau ikut bergerilya mempertahan kemerdekaan Republik Indonesia yang dipecah belah oleh penjajah yaitu Belanda. Beliau juga berani menentang Raja Gianyar saat itu yang lebih condong ke pihak Belanda dan Jepang. Kematian beliau sangatlah amat tragis, beliau menerima penyiksaan-penyiksaan dan penembakan pada saat berumur 20 tahun. Namun saat ajal beliau tiba, beliau sempat memberi ancaman kepada Raja Gianyar. Beliau berkata jika beliau memang bersalah atas kejadian saat itu, maka beliau akan menerima kematiannya. Namun jika perbuatan beliau terbukti benar, maka beliau akan merebut tahta Kerajaan Gianyar dari alam sana. Begitulah perjuangan beliau sampai nama beliau dijadikan nama stadion kebanggaan masyarakat Gianyar pada tahun 2003 oleh Bupati saat itu yaitu Cokorda Gede Budi Suryawan.



Namun tidak Cuma itu, di tahun 2021 telah mulai dibangun taman dengan patung beliau yang terletak di sebelah selatan simpang traffic light antara Jalan Udayana dengan Jalan Bypass Dharma Giri, Blahbatuh, Gianyar. Letak patung dan taman ini sangatlah amat strategis karena letaknya hanya sekitar 100 meter dari Stadion Kapten I Wayan Dipta. Seolah-olah jika kita datang ke stadion nanti, kita akan disambut dulu oleh Patung Kapten I Wayan Dipta ini sebelum masuk stadionnya. Pasti akan lebih memberi semangat nanti saat team kebanggaan pulau dewata yaitu Bali United nanti saat bertanding. Taman dan patung ini sudah selesai dibangun awal tahun 2022. Tampak betapa gagahnya paras dan perawakan beliau.

Sekian yang mungkin bisa saya sampaikan tentang Pahlawan Kapten I Wayan Dipta, semoga nama beliau tidak hanya dikenang karena nama stadion, namun juga karena kisah kepahlawanan beliau dulu saat memperjuangkan kemerdekaan. Sejarah beliau ini saya baca dari sebuah artikel dari laman https://potensibadung.pikiran-rakyat.com/olahraga/pr-1622657857/mengenal-kapten-i-wayan-dipta-gugur-pada-usia-muda-dan-harum-sebagai-home-base-bali-united, dimana artikel tersebut juga berasal dari buku yang berjudul Pahlawan Wayan Dipta. Jika ada kekurangan atau koreksi dari yang saya sampaikan, mohon komentar dikolom komentar ya.

Terima Kasih.

Sabtu, 01 Januari 2022

Lubdaka

 

Alkisah diceritakan ada seorang pemburu dari sebuah desa terpencil bernama Si Lubdaka. Dia adalah pemburu yang begitu terkenal di desanya. Tidak ada pekerjaan lain darinya selain memburu di hutan. Hasil buruannya dijual dan dimasak untuk keluarganya sehari-hari.

Sebagai pemburu, dia dikenal pemburu yang sangat kejam. Bukan hanya hewan dewasa saja diburunya, melainkan juga hewan yang masih kecil pun diburunya jika memang ada dihadapannya.

Suatu hari dia merasa badannya sangat lelah. Dalam benaknya dia ingin sekali istirahat untuk satu hari saja untuk tidak berburu. Namun kebutuhan dapurnya sudah habis. Sehingga dia harus berburu saat itu juga.


Dia pun segera bergegas menyiapkan alat-alatnya dan langsung menuju ke hutan. Namun hari itu terasa sangat aneh. Dari pagi sampai matahari mau terbenam, tidak satu pun hewan buruan didapatnya. Jangankan kijang, nyamuk pun terasa lenyap dari hutan itu. Dia tidak pantang menyerah. Walaupun hari sudah mulai gelap, dia makin masuk ke hutan untuk mencari hewan buruan. Namun apa daya, dia malah tersesat dan bingung untuk mencari jalan keluar. Hari sudah gelap dan bulan pun tak tampak. Sehingga dia tidak bisa melihat situasi sekitar.

Lubdaka berpikir, kenapa malam ini begitu gelap, jangankan bulan, bintang pun tak tampak di langit malam itu. Tanpa dia sadari, malam itu adalah malam bulan mati sasih kepitu atau bulan mati di bulan ketujuh dalam Agama Hindu yang disebut dengan Hari Malam Siwalatri. Malam dimana Dewa Siwa sedang bersemedi. Lubdaka tidak tahu bahwa malam itu adalah malam Siwalatri, karena kesehariannya dia memang hanya berburu dan tidak pernah peduli dengan ajaran-ajaran agamanya.

Malam Siwalatri dimana malam itu Dewa Siwa sedang bersemedi, barang siapa yang malam itu bisa bersemedi atau minimal bisa merenungkan dosa-dosanya dimasa lalu dan kedepan bisa memperbaiki sifatnya, maka jika ajalnya tiba, maka rohnya akan mendapat tempat istimewa disisi Dewa Siwa. Begitulah ajaran yang ada didalam Agama Hindu.

Malam semakin larut, si Lubdaka masih bingung untuk mencari jalan pulang. Tiba-tiba terdengarlah suara auman harimau yang begitu menakutkan. Sekita Lubdaka pun lari tunggang langgang tanpa arah tujuan. Tiba-tiba dia tersandung sebuah batu yang mengakibatkan dirinya jatuh. “Aduhhhh” begitu terikannya. Mengingat ada harimau disekitarnya, diapun menahan rasa sakitnya dan sampai dia sadar dia mendekap sebuah pohon yang lumayan besar. Naiklah dia ke pohon itu untuk menghindar dari si harimau. Sesampai diatas dia melihat sekitar. Suasananya benar-benar gelap gulita. Dia berharap bulan segera menampakkan dirinya. Tanpa tahu bahwa malam itu adalah hari bulan mati.

Diatas pohon dia mengelus-ngelus kakinya yang sakit karena tersandung batu tadi. Sambil menatap langit, badannya mulai terasa lelah dan matanya mulai mengantuk. Namun dia sadar seandainya dia tidur diatas pohon tersebut, maka pasti dia akan jatuh. Dia berusaha menahan kantuknya. Namun dia tidak bisa dan hampir terjatuh. Untuk menahan kantuknya dia pun memetik satu cabang pohon tersebut dan memetik satu persatu daunnya agar dia mengalihkan rasa kantuknya. Seiring makin larutnya malam, sambil memetik satu persatu daun dari pohon tersebut, terlintas dipikirannya semua perbuatannya dimasa lalu. Dia merenung berapa banyak hewan yang telah diburunya. Dia teringat dia pernah membunuh seekor anak kijang yang baru berumur beberapa minggu. Tiba-tiba air matanya menetes menyesali perbuatannya dimasa lalu. Dan dia merasa ingin berhenti menjadi pemburu dan mencari pekerjaan yang lain.

Tidak terasa matahari terbit dari ufuk timur. Si Lubdaka merasa lega dan langsung turun dari pohon untuk pulang ke rumah. Sesampai dibawah dia baru sadar ternyata dia bermalam di sebuah pohon bila. Dimana pohon bila ini termasuk pohon yang disucikan oleh umat Hindu. Dan dia menatap kebawah dan melihat sebuat batu berbentuk lonjong yang membuat dirinya terjatuh tadi malam. Ternyata batu tersebut adalah lingga Yoni atau batu berbentuk lonjong untuk pemujaan Dewa Siwa. Disitulah dia tersadar dan menangis sejadi-jadinya karena mengingat dirinya tidak taat akan agamanya. Dia merasa dilindungi oleh Dewa Siwa tadi malam dari Harimau yang sempat membuatnya ketakutan.

Setelah kejadian itu si Lubdaka benar-benar merubah kesehariannya. Dia memilih bertani dan berhenti menjadi pemburu. Dia pun lebih taat beragama dan sifatnya pun menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Saat ajalnya tiba, atma atau roh si Lubdaka dijemput dan dibawa ke neraka oleh para Cikrabala (pasukan yang menjemput atma /roh orang yang meninggal) untuk bertemu Dewa Yama (Dewa Kematian). Disana dia diseret ke neraka karena perbuatannya semasa hidupnya. Saat Dewa Yama akan mengirim si Lubdaka ke lembah neraka, datanglah Dewa Siwa mencegat Dewa Yama. Dewa Siwa menjelaskan bahwa si Lubdaka tidak boleh dibawa ke neraka. Disana terjadi perdebatan antara Dewa Yama dan Dewa Siwa. Namun akhirnya Dewa Yama melunak karena Dewa Siwa menjelaskan bahwa si Lubdaka pernah melakukan semedi atau perenungan saat malam Bulan Mati Ketujuh atau disebut malam Siwalatri. Dan setelah malam itu si Lubdaka pun telah merubah hidupnya untuk menjadi lebih baik. Disalah akhirnya Dewa Siwa memenangkan perdebatan dan diajaklah si Lubdaka ke Siwa Loka (alam Dewa Siwa).

Sekian ceritanya teman-teman, jika ada kesalahan mohon dimaafkan. Karena cerita ini saya dapat dari almarhum kakek saya yang sering mendongengkan saya dulu saat sebelum tidur. Banyak makna sebenarnya dari cerita ini. Silahkan ditanggapi dari hati masing-masing dan semoga bermanfaat di malam Siwalatri Hari ini  yang kebetulan juga awal tahun 2022. Sekali lagi jika ada kesalahan mohon dimaafkan.

Rahayu.

nb. Referensi dari cerita kakek saya.