Diceritakan jaman dahulu di sebuah desa ada dua orang dengan hidup yang berbeda. Yang satu hidup bergelimang harta bernama Ni Sugih, yang satu lagi hidup serba kekurangan bernama Ni Tiwas. Mereka bertetangga namun beda gaya hidup dan perilaku. Ni Sugih yang kaya dikenal sombong, dengki dan suka mengerjai orang, sedangkan Ni Tiwas yang miskin dikenal baik hati dan suka menolong orang.
Baca juga : https://arinegara19.blogspot.com/2022/03/enjelimet.html
Suatu hari Ni Tiwas meminta api untuk masak ke rumah Ni Sugih. Sampai disana Ni Sugih meminta Ni Tiwas untuk mencuci pakaian dahulu sebelum meminta api. Sebagai imbalan Ni Sugih juga akan memberi sekilo beras. Dengan senang hati Ni Tiwas segera mencuci pakaiannya Ni Sugih. Setelah selesai mencuci dan pakaian sudah terjemur Ni Tiwas langsung pulang dengan membawa api dan beras.
Sesampai di rumah, Ni Tiwas segera menyalakan kayu bakarnya dan menanak nasi. Sedangkan Ni Sugih memikirkan ide jahat untuk mengambil kembali api dan beras yang sudah diberikannya ke Ni Tiwas. Segera Ni Sugih mengambil secuil tanah dan sengaja dioleskan kesalah satu pakaiannya. Ni Sugih kemudian menuju ke rumah Ni Tiwas sambil membawa pakaiannya yang kotor. Sesampai disana Ni Sugih marah-marah membilang Ni Tiwas tidak becus mengerjakan cuciannya. Sebagai ganti rugi Ni Sugih meminta kembali api dan berasnya. Namun Ni Tiwas membilang bahwa berasnya sudah dimasak. Ni Sugih meminta beras yang sudah jadi nasi dan kayu bakar yang masih utuhlah akan dipakai penggantinya. Dengan arogan Ni Sugih membawa nasi yang baru matang dan kayu bakar yang masih utuh diambilnya. Ni Tiwas tidak bisa berkata apa-apa melihat tingkah polah Ni Sugih.
Suatu hari Ni Sugih baru saja selesai memanen padi. Untuk menumbuk padi tersebut untuk menjadi beras, Ni Sugih meminta bantuan lagi ke Ni Tiwas untuk menumbuk padi. Dengan imbalan akan diberi dua kilo beras. Ni Tiwas yang hidup serba kekurangan mengiyakan permintaan Ni Sugih agar mendapat beras untuk makan sehari-hari. Segeralah Ni Tiwas pergi ke rumah Ni Sugih untuk menumbuk beras.
Hari telah sore dan Ni Tiwas sudah menyelesaikan tugasnya menumbuk padi. Dia pun pulang membawa dua kilo beras dari pemberian Ni Sugih. Keesokan harinya, dipagi hari Ni Tiwas menanak nasi dari beras yang didapatnya kemarin. Disisi lain Ni Sugih mencari akal-akalan lagi untuk mengerjai Ni Tiwas. Setelah mendapatkan ide, Ni Sugih pergi ke rumah Ni Tiwas membilang bahwa beras hasil tumbukannya kemarin kotor dan masih banyak kulit-kulit padinya. Ni Sugih pun meminta ganti rugi dengan meminta berasnya yang kemarin. Lagi-lagi Ni Tiwas membela diri bahwa berasnya sudah matang menjadi nasi. Ni Sugih lagi-lagi meminta nasinya tersebut sebagai ganti.
Melihat nasinya dirampas, Ni Tiwas nelangsa meratapi nasibnya menjadi orang miskin. Untuk mengganti nasinya yang telah dirampas, Ni Tiwas pergi ke hutan untuk sekadar mencari sayur-sayuran untuk dimakan. Sedang asyik mememetik daun paku, tiba-tiba muncul seekor kijang. Kijang itu tiba-tiba berbicara seperti manusia menanyakan Ni Tiwas sedang apa sendiri di tengah-tengah hutan. Ni Tiwas pun menjawab bahwa dia sedang mencari sayur-sayuran untuk dimakan. Tiba-tiba kijang itu menyuruh berhenti mencari sayur-sayuran dan menyuruh Ni Tiwas untuk memasukkan tangannya kedubur si Kijang. Ni Tiwas yang memang lugu dan polos mau saja memasukkan tangannya kedubur Kijang tersebut. Tiba-tiba setelah menarik tangannya kembali, tangan Ni Tiwas dipenuhi dengan kalung emas, gelang emas dan cincin emas. Dia pun bersorak kegirangan dan mengucap syukur. Saat dia akan menyapa si kijang untuk berterima kasih, tiba-tiba kijang itu sudah hilang begitu saja.
Sesampai di rumah, Ni Tiwas membagi-bagi perhiasannya ke anak-anaknya. Saat anak-anaknya keluar memakai perhiasan emas, dilihatlah sama Ni Sugih. Ni Sugih heran darimana anak-anak Ni Tiwas mendapatkan perhiasan. Dia pun kemudian menuju ke rumah Ni Tiwas dan menanyakan darimana dia mendapat perhiasan sebanyak itu. Ni Tiwas menjawab dengan polos bahwa dia dapat dari dubur seekor kijang yang ditemuinya di hutan.
Mendengar Ni Tiwas seperti itu. Ni Sugih pun tergesa-gesa menuju ke hutan menyamar menjadi orang miskin yang mencari sayur-sayuran seperti Ni Tiwas. Tidak begitu lama muncullah kijang tersebut dan menanyakan Ni Sugih. Ni Sugih mengaku bahwa dia hanya orang miskin yang sedang mencari sayur-sayuran. Kijang itu pun menyuruh Ni Sugih untuk berhenti mencari sayur dan menyuruh memasukkan tangannya kedubur si Kijang. Dengan hati yang begitu senang, Ni Sugih tanpa pikir panjang memasukkan tangannya dan tiba-tiba si kijang lari. Ni Sugih yang tangannya masih tersangkut didubur si kijang terseret-seret dibawa lari oleh si kijang. Sesampai di tepi sebuah jurang Ni Sugih ditendang oleh si kijang sampai Ni Sugih babak belur karena terjatuh ke jurang. Ni Sugih meringis kesakitan sambil meminta ampun ke si kijang. Si kijang pun memberi tahu bahwa itu pelajaran untuk Ni Sugih yang selama ini suka mengerjai Ni Tiwas. Ni Sugih meminta ampun dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar