Kita sering mendengar para motivator membilang "tua itu pasti, dewasa itu pilihan". Tidak perlu mendengar para motivator deh, yang menentukan dewasa atau tidak itu adalah tukang cukur. Dewasa lima belas ribu dan anak-anak sepuluh ribu. Itu belum termasuk kumis dan jenggot.
Berbicara dewasa atau anak-anak, pasti sebagian orang memilih menjadi anak-anak. Karena mereka itu simpel. Tidak seperti orang dewasa yang kebanyakan overthinking. Coba pikirkan deh, kenapa empat balon dipegang erat-erat. Padahal balon hijau itu meletus, bukan terbang. Seketika anak saya Si Satya lewat sambil bernyanyi "naik kereta api, tut tut tut, itu suara kentut". Nah, simpel banget mereka kan?"
Saat saya memilih menjadi dewasa, saya dikalahkan oleh hal yang bernama malas. Saking malasnya saya, saya merasa sudah menjadi budayawan. Karena di negeri ini rasa malas sudah begitu membudaya.
Sudah tahu malas sudah membudaya di negeri ini, pemerintah malah membikin tiga jenis tempat sampah. Sudah malas, saya buang sampah saja disuruh mikir. Ini pampers termasuk jenis apa ya?
Mungkin karena budaya malas ini, dibeberapa toilet umum masih terpampang tulisan "siramlah sehabis pakai". Masalah tah* saja kita masih diingetin orang.
ASUdahlah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar