Jumat, 04 Maret 2022

Nyoman Jater dan Ni Blenjo

Dikisahkan di sebuah desa hidup seorang petani bernama Nyoman Jater. Dia hidup besama istrinya bernama Ni Blenjo. Istrinya ini dikenal sebagai seorang yang sok pintar dan seakan-akan tahu semua hal di desa tersebut. Namun Nyoman Jater tetap setia dan sabar menghadapi tingkah laku istrinya itu. Karena seorang petani kecil, mereka hidup seadanya. Makan pun mereka kadang hanya makan sayur dan berlauk kakul (keong sawah) yang didapat dari sawah.

Diceritakan pada suatu hari Nyoman Jater diajak menangkap ikan ke sungai oleh teman-teman di desanya. Di pagi hari itu Nyoman Jater menyuruh istrinya agar menyiapkan bumbu-bumbu dapur untuk masakan seandainya dia mendapatkan ikan. Ni Blenjo pun mangut-mangut kepada Nyoman Jater.

Sesampai di sungai Nyoman Jater menyiapkan jala dan pancing untuk menangkap ikan bersama teman-temannya. Mungkin mereka kurang beruntung, sampai siang hari tidak satu pun ikan didapatnya. Sampai ketika pancing Nyoman Jater bergerak pertanda ada ikan terpancing.  Setelah pancing diangkat ternyata Nyoman Jater mendapatkan seekor ikan sidat yang cukup panjang. Dia pun bersorak kegirangan. Karena merasa lelah, Nyoman Jater memutuskan untuk pulang karena matahari semakin terik.

Sesampai dirumah Nyoman Jater memanggil istrinya yaitu Ni Blenjo untuk mengolah ikan sidat tersebut. Ni Blenjo kaget bukan kepalang melihat suaminya itu terlihat membawa ular dan menyuruh untuk membuangnya. Nyoman Jater pun geleng-geleng kepala melihat istrinya tersebut sembari membilang “Beh, Kaden seken nyai dueg, ne boya je lelipi, ne meadan be julit”. Yang artinya “aduh kukira beneran kamu pintar, ini bukan ular melainkan ikan sidat”. Ni Blenjo pun mengambil ikan tersebut dan ditinggal oleh Nyoman Jater ke sawah. Nyoman Jater membilang agar Ni Blenjo segera memasak ikan tersebut agar nanti sepulang dari sawah ikan itu sudah jadi.

Ni Blenjo berpikir bagaimana cara dia untuk mengolah ikan tersebut. Diambilah wajan dan ditaruhnya ikan sidat tersebut diatas wajannya. “Peh sing nyandang payuk e ne, bes dawe be ne”. Artinya “aduh tidak muat wajannya, ikannya terlalu panjang”. Begitu dia berpikir, kemudian dia pergi ke tetangganya untuk meminjam wajan yang lebih besar. Dia pergi ke rumah tetangganya sebelah timur, namun tidak punya wajan yang lebih besar dari punyanya. Dia pun pergi ke rumah tetangganya sebelah barat, namun juga tidak punya. Sesampai  kembali di rumah, Ni Blenjo malah masuk ke kamar narik selimut dan tidur.

Hari sudah sore Nyoman Jater pun sampai di rumah dan melihat ikan sidatnya masih tergantung di dapur. “Yaih, orain ngencanin be e, adi nu megantung dini”. Artinya “Aduh, disuruh ngolah ikan, kok masih tergantung disini”. Gerutu Nyoman Jeter. Dia pun menuju ke kamar dan melihat Ni Blenjo tidur berselimut. Ni Blenjo mengaku dirinya lagi sakit kepala sambil pura-pura menggigil. Nyoman Jater yang tahu akan tingkah polah istrinya pun geleng-geleng kepala sambil berpikir “Ne be pragat ngaku dueg, orahin ngencanin be mone be ngaku-ngaku gelem”. Artinya “ Ini sudah selalu mengaku pintar, disuruh mengolah ikan segini saja sudah mengaku sakit”. Sembari menuju ke dapur untuk mengolah ikan sidat tersebut.

Nyoman Jater pun mengambil pisau dan memotong-motong ikat sidat tersebut. Mendengar suara berisik, Ni Blenjo bangun dari tempat tidurnya dan mengintip suaminya. Melihat suaminya dari lubang dinding dapurnya Ni Blenjo bergumam “Mimih, tugel-tugel e be ane lantang totonan”. Artinya “Ya ampun, ikan yang panjang itu dipotong-potong”. Setelah melihat cara suaminya mengolah ikan, Ni Blenjo kembali ke tempat tidurnya sambil menarik selimutnya.

Beberapa saat kemudian Ni Blenjo mencium aroma segar yang begitu gurih yang membuat perutnya keroncongan kelaparan. Namun dia tetap kukuh ditempat tidurnya masih pura-pura sakit. Disisi lain Nyoman Jater sudah selesai memasak ikannya dan memanggil Ni Blenjo untuk makan. Ni Blenjo pun bangun dari tidurnya dengan lagak orang yang masih sakit sembari mengatakan “I cang medar bedik gen, nu seneb basange”. Artinya “aku makan sedikit saja, perut saya masih tidak enak”. Mereka pun makan bersama dan tanpa sadar Ni Blenjo makan begitu lahap sampai habis dua piring. Nyoman Jater sampai heran dan geleng-geleng kepala melihat tingkah polah istrinya yaitu Ni Blenjo.

Begitulah cerita pasangan suami istri antara Nyoman Jater dengan Ni Blenjo. Kisah ini mengajarkan kita janganlah selalu merasa paling pintar, karena berbagai masalah akan datang dikehidupan kita yang kadang kita tidak tahu untuk menyelesaikannya. Dan jangan juga merasa gengsi karena gengsi tidak akan menyelesaikan masalah apapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar