Senin, 21 Februari 2022

Gerhana dan Rahu

Gerhana adalah fenomena alam dimana matahari dan bulan terlihat sebagian atau tidak sempurna dari bumi. Hal ini disebabkan karena posisi matahari, bumi dan bulan berada digaris yang sejajar. Gerhana ada dua jenis, yaitu gerhana matahari dan gerhana bulan. Gerhana matahari terjadi saat matahari tertutupi oleh bulan sehingga matahari terlihat tidak sempurna dari bumi. Sedangkan gerhana bulan terjadi ketika cahaya bulan tertutupi oleh bayangan bumi sehingga bulan terlihat tidak sempurna dari bumi. Fenomena gerhana biasanya terjadi dalam waktu yang singkat. Biasanya terjadi dalam waktu satu jam atau lebih. Bahkan gerhana matahari terjadi jauh lebih singkat yaitu biasanya terjadi hanya beberapa menit dalam satu kali kejadian.

Namun apa hubungannya dengan Rahu? Dan apa itu Rahu? Jika kita tanyakan ke para tetua kita, Rahu adalah seorang Asura. Konon katanya dialah yang memakan sang matahari dan bulan saat gerhana. Atau bisa dibilang Rahu adalah gerhana itu sendiri. Tentu ini tidak lepas dari cerita-cerita pewayangan atau mitologi jaman dulu. 

Diceritakan saat jaman Satya Yuga, para dewa dan asura berunding untuk mendapatkan Tirta Amerta, yaitu air suci keabadian. Atas petunjuk dari Dewa Wisnu, para dewa dan asura pun menandatangi lautan susu untuk mencari Tirta Amerta yang berada di dasar lautan. Untuk mengeluarkan Tirta Amerta dari dasar lautan yang dalam, para dewa dan asura memutuskan untuk mengaduk lautan tersebut. Untuk mengaduk lautan yang luas, mereka menggunakan Gunung Mandara Giri sebagai tuas dan Sang Naga Basuki sebagai tali untuk memutar tuas. Namun hal tersebut masih gagal karena Gunung Mandara Giri malah tenggelam ke lautan yang dalam. Maka saat itulah  Dewa Wisnu berinkarnasi menjadi Kurma Awatara (Kurma = kura-kura) untuk menjadi alas dari gunung. Kurma Awatara sendiri adalah awatara kedua dari Dewa Wisnu setelah Matsya Awatara. 

Saat pemutaran Gunung Mandara Giri, Sang Naga Basuki mengeluarkan racun atau bisa yang membuat lautan menjadi tercemar dan membunuh makhluk sekitarnya. Saat itu Dewa Siwa mengambil keputusan untuk meminum racun itu sendiri. Saat racun melewati tenggorokan, sakti beliau yaitu Dewi Parwati menahan racun tersebut ditenggorakan Dewa Siwa agar tidak menyebar ke tubuh Dewa Siwa. Karena menahan racun ditenggorakan, leher Dewa Siwa menjadi biru dan sejak itu beliau mendapat julukan Sang Nilakantha yang berarti leher biru. 

Pengadukan laut masih berlanjut dan akhirnya keluarlah satu persatu harta karun dari dasar lautan. Beberapa harta karun keluar dan diambil oleh para pihak dewa. Karena merasa para dewa telah mengambil semuanya, maka para asura pun meminta haknya agar harta karun terakhir yakni Tirta Amerta agar menjadi milik mereka. Dewa Wisnu yang sudah kembali menjadi wujud asalnya pun menyetujui beserta Dewa Siwa. Akhirnya Tirta Amerta keluar dan diambil oleh pihak Asura. Para Dewa yang melihat kejadian itu merasa tidak terima, karena harta karun yang berharga harusnya menjadi hak para dewa. Karena para asura juga lebih sering membikin keonaran daripada kebaikan. Dewa Wisnu mencoba menenangkan para dewa dan membiarkan para asura untuk memiliki Tirta Amerta tersebut. Saat yang tak terduga, Dewa Wisnu merubah diri menjadi wanita yang begitu cantik. Dewa Siwa yang mengerti akan rencana Dewa Wisnu tersebut memberi nama beliau Mohini. Mohini mendekati para asura yang sedang merayakan kemenangan mendapatkan Tirta Amerta. Para asura mulai tergoda dengan kecantikan Mohini. Satu persatu dari mereka merayu Mohini. Mohini yang cantik tersebut mulai menggoda para asura agar Tirta Amerta tersebut biar dibawa olehnya agar tidak terjatuh karena para asura sudak mulai mabuk-mabukan saat tahu diri mereka menang. Saat para asura lengah, Mohini melarikan diri ke kahyangan dengan membawa Tirta Amerta. Salah satu asura yang bernama Rahu mengetahui kejadian tersebut mengikuti Mohini dengan diam-diam. Rahu merubah dirinya menjadi seorang dewa agar bisa menyusup ke kahyangan. Saat Mohini sampai di kahyangan dia kembali ke wujud semula menjadi Dewa Wisnu. Saat itu pula Tirta Amerta dibagi kesemua  dewa. Saat hampir semua dewa mendapat bagian, tibalah saat giliran Rahu untuk mendapatkan Tirta Amerta. Rahu yang berwujud dewa mulai dicurigai oleh Dewa Surya (matahari) dan Dewa Candra (bulan). Saat Rahu meminum Tirta Amerta, Dewa Surya dan Dewa Candra berteriak bahwa Rahu bukanlah dewa, melainkan asura yang sedang menyamar. Melihat kejadian itu, Dewa Wisnu mengeluarkan senjata cakranya dan memotong leher Rahu yang sedang berusaha menenggak Tirta Amerta. Saat kepalanya terpotong, tubuh Rahu tewas sedangkan kepalanya masih hidup karena telah meminum Tirta Amerta namun belum sampai ketubuhnya. Saat itulah Rahu mengeluarkan amarahnya dan mengutuk Dewa Surya dan Dewa Candra jika nanti pada saat-saat tertentu Rahu akan mendatanginya dan akan menelan mereka. Sejak saat itulah Dewa Surya dan Dewa Candra pada saat-saat tertentu akan ditelan oleh Rahu, namun akan keluar lagi karena Rahu tidak mempunyai tubuh. 
Seperti itulah cerita gerhana didalam mitologi atau cerita-cerita pewayangan. Dimana Rahu atau gerhana akan menelan Dewa Surya atau matahari begitu pula Dewa Candra atau bulan saat-saat waktu tertentu. Pada jaman dahulu, jika terjadi fenomena gerhana, orang-orang akan membunyikan atau menumbuk-numbuk alu agar Sang Kala Rahu segera pergi agar Sang Matahari atau Bulan tidak ditelan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar