Senin, 21 Februari 2022

Gerhana dan Rahu

Gerhana adalah fenomena alam dimana matahari dan bulan terlihat sebagian atau tidak sempurna dari bumi. Hal ini disebabkan karena posisi matahari, bumi dan bulan berada digaris yang sejajar. Gerhana ada dua jenis, yaitu gerhana matahari dan gerhana bulan. Gerhana matahari terjadi saat matahari tertutupi oleh bulan sehingga matahari terlihat tidak sempurna dari bumi. Sedangkan gerhana bulan terjadi ketika cahaya bulan tertutupi oleh bayangan bumi sehingga bulan terlihat tidak sempurna dari bumi. Fenomena gerhana biasanya terjadi dalam waktu yang singkat. Biasanya terjadi dalam waktu satu jam atau lebih. Bahkan gerhana matahari terjadi jauh lebih singkat yaitu biasanya terjadi hanya beberapa menit dalam satu kali kejadian.

Namun apa hubungannya dengan Rahu? Dan apa itu Rahu? Jika kita tanyakan ke para tetua kita, Rahu adalah seorang Asura. Konon katanya dialah yang memakan sang matahari dan bulan saat gerhana. Atau bisa dibilang Rahu adalah gerhana itu sendiri. Tentu ini tidak lepas dari cerita-cerita pewayangan atau mitologi jaman dulu. 

Diceritakan saat jaman Satya Yuga, para dewa dan asura berunding untuk mendapatkan Tirta Amerta, yaitu air suci keabadian. Atas petunjuk dari Dewa Wisnu, para dewa dan asura pun menandatangi lautan susu untuk mencari Tirta Amerta yang berada di dasar lautan. Untuk mengeluarkan Tirta Amerta dari dasar lautan yang dalam, para dewa dan asura memutuskan untuk mengaduk lautan tersebut. Untuk mengaduk lautan yang luas, mereka menggunakan Gunung Mandara Giri sebagai tuas dan Sang Naga Basuki sebagai tali untuk memutar tuas. Namun hal tersebut masih gagal karena Gunung Mandara Giri malah tenggelam ke lautan yang dalam. Maka saat itulah  Dewa Wisnu berinkarnasi menjadi Kurma Awatara (Kurma = kura-kura) untuk menjadi alas dari gunung. Kurma Awatara sendiri adalah awatara kedua dari Dewa Wisnu setelah Matsya Awatara. 

Saat pemutaran Gunung Mandara Giri, Sang Naga Basuki mengeluarkan racun atau bisa yang membuat lautan menjadi tercemar dan membunuh makhluk sekitarnya. Saat itu Dewa Siwa mengambil keputusan untuk meminum racun itu sendiri. Saat racun melewati tenggorokan, sakti beliau yaitu Dewi Parwati menahan racun tersebut ditenggorakan Dewa Siwa agar tidak menyebar ke tubuh Dewa Siwa. Karena menahan racun ditenggorakan, leher Dewa Siwa menjadi biru dan sejak itu beliau mendapat julukan Sang Nilakantha yang berarti leher biru. 

Pengadukan laut masih berlanjut dan akhirnya keluarlah satu persatu harta karun dari dasar lautan. Beberapa harta karun keluar dan diambil oleh para pihak dewa. Karena merasa para dewa telah mengambil semuanya, maka para asura pun meminta haknya agar harta karun terakhir yakni Tirta Amerta agar menjadi milik mereka. Dewa Wisnu yang sudah kembali menjadi wujud asalnya pun menyetujui beserta Dewa Siwa. Akhirnya Tirta Amerta keluar dan diambil oleh pihak Asura. Para Dewa yang melihat kejadian itu merasa tidak terima, karena harta karun yang berharga harusnya menjadi hak para dewa. Karena para asura juga lebih sering membikin keonaran daripada kebaikan. Dewa Wisnu mencoba menenangkan para dewa dan membiarkan para asura untuk memiliki Tirta Amerta tersebut. Saat yang tak terduga, Dewa Wisnu merubah diri menjadi wanita yang begitu cantik. Dewa Siwa yang mengerti akan rencana Dewa Wisnu tersebut memberi nama beliau Mohini. Mohini mendekati para asura yang sedang merayakan kemenangan mendapatkan Tirta Amerta. Para asura mulai tergoda dengan kecantikan Mohini. Satu persatu dari mereka merayu Mohini. Mohini yang cantik tersebut mulai menggoda para asura agar Tirta Amerta tersebut biar dibawa olehnya agar tidak terjatuh karena para asura sudak mulai mabuk-mabukan saat tahu diri mereka menang. Saat para asura lengah, Mohini melarikan diri ke kahyangan dengan membawa Tirta Amerta. Salah satu asura yang bernama Rahu mengetahui kejadian tersebut mengikuti Mohini dengan diam-diam. Rahu merubah dirinya menjadi seorang dewa agar bisa menyusup ke kahyangan. Saat Mohini sampai di kahyangan dia kembali ke wujud semula menjadi Dewa Wisnu. Saat itu pula Tirta Amerta dibagi kesemua  dewa. Saat hampir semua dewa mendapat bagian, tibalah saat giliran Rahu untuk mendapatkan Tirta Amerta. Rahu yang berwujud dewa mulai dicurigai oleh Dewa Surya (matahari) dan Dewa Candra (bulan). Saat Rahu meminum Tirta Amerta, Dewa Surya dan Dewa Candra berteriak bahwa Rahu bukanlah dewa, melainkan asura yang sedang menyamar. Melihat kejadian itu, Dewa Wisnu mengeluarkan senjata cakranya dan memotong leher Rahu yang sedang berusaha menenggak Tirta Amerta. Saat kepalanya terpotong, tubuh Rahu tewas sedangkan kepalanya masih hidup karena telah meminum Tirta Amerta namun belum sampai ketubuhnya. Saat itulah Rahu mengeluarkan amarahnya dan mengutuk Dewa Surya dan Dewa Candra jika nanti pada saat-saat tertentu Rahu akan mendatanginya dan akan menelan mereka. Sejak saat itulah Dewa Surya dan Dewa Candra pada saat-saat tertentu akan ditelan oleh Rahu, namun akan keluar lagi karena Rahu tidak mempunyai tubuh. 
Seperti itulah cerita gerhana didalam mitologi atau cerita-cerita pewayangan. Dimana Rahu atau gerhana akan menelan Dewa Surya atau matahari begitu pula Dewa Candra atau bulan saat-saat waktu tertentu. Pada jaman dahulu, jika terjadi fenomena gerhana, orang-orang akan membunyikan atau menumbuk-numbuk alu agar Sang Kala Rahu segera pergi agar Sang Matahari atau Bulan tidak ditelan. 

Jumat, 11 Februari 2022

Narasimha Awatara

Narasimha Awatara adalah inkarnasi atau penjelmaan dari Dewa Wisnu kedunia. Beliau adalah awatara keempat yang turun kedunia dari sepuluh awatara (Dasa Awatara). Sebelumnya ada Waraha Awatara yang turun kedunia untuk menyelamatkan dunia yang tenggelam di lautan kosmik oleh raksasa bernama Hiranyaksa. Dia adalah adik dari Hiranyakasipu yang akan menjadi musuh dari Narasimha Awatara. 

Hiranyakasipu adalah seorang raksasa yang memimpin disebuah kerajaan. Dia sangat membenci apapun yang berkaitan dengan Dewa Wisnu. Karena disebabkan adiknya yang bernama Hiranyaksa telah dibunuh oleh Dewa Wisnu yang berwujudkan Waraha Awatara saat itu. Karena dendamnya itu, suatu hari dia memutuskan untuk melakukan tapa brata untuk memohon kekuatan. Dia memfokuskan pikirannya ke Dewa Brahma untuk memohon kekuatan.

Di lain sisi istri dari Hiranyakasipu yang bernama Lilawati tidak tahan dengan tingkah suaminya tersebut. Karena terlalu membenci Dewa Wisnu. Penderitaan Lilawati dilihat oleh Dewa Narada dan segera beliau membujuk Lilawati untuk meninggalkan kerajaan agar tidak selalu menjadi pelampiasan kemarahan dari Hiranyakasipu. Dewa Narada pun membawa Lilawati pergi dari kerajaan karena melihat Lilawati saat itu juga sedang mengandung. Dewa Narada menekankan agar Lilawati untuk selalu memuja Dewa Wisnu karena beliau adalah Dewa pelindung dunia. Agar dia selalu mendapat perlindungan dari Dewa Wisnu. Kelak saat anaknya lahir juga selalu mendapat perlindungan-Nya. 

Tahun ke tahun silih berganti. Karena tekad dari Hiranyakasipu begitu kuat, muncullah Dewa Brahma dihadapannya. Dewa Brahma menyapa dan meminta Hiranyakasipu untuk menghentikan tapa bratanya karena Dewa Brahma telah luluh akan tekadnya itu. Dewa Brahma pun meminta Hiranyakasipu untuk mengutarakan permohonannya. Hiranyakasipu meminta agar diberikan kehidupan abadi. Namun Dewa Brahma tidak bisa mengabulkannya. Dewa Brahma meminta agar Hiranyakasipu untuk meminta permohonan yang lain. Karena kehidupan abadi tidak bisa dikabulkan, Hiranyakasipu pun memilih agar dirinya tidak bisa dibunuh oleh dewa, asura/raksasa, manusia dan binatang. Dia juga meminta tidak bisa terbunuh oleh segala senjata. Tidak terbunuh dipagi, siang dan malam hari, tidak terbunuh diluar ataupun didalam ruangan. Dan tidak bisa terbunuh di udara, air maupun diatas tanah. Dia berpikir dengan permintaan seperti itu juga sama dengan artinya dengan tidak bisa terbunuh sedikitpun alias hidup abadi. Dewa Brahma pun mengabulkan permohonannya itu.

Ditempat Dewa Narada, istri dari Hiranyakasipu telah melahirkan seorang anak bernama Pralahda. Dia tumbuh besar dan diajarkan segala ilmu kebaikan terutama selalu memuja Dewa Wisnu. Dia selalu menyanyikan dan melantunkan mantram-mantram pemujaan Dewa Wisnu. 

Hiranyakasipu yang tahu istrinya dibawa oleh Dewa Narada akhirnya menjemputnya untuk dibawa kembali ke kerajaan. Dia amat sangat marah mengetahui istri dan anaknya malah menjadi pemuja Dewa Wisnu. Hiranyakasipu berusaha membujuk anaknya untuk meninggalkan ajaran-ajaran tentang Dewa Wisnu. Namun anaknya yaitu Pralahda selalu membantahnya dan selalu menyenandungkan mantram-mantram Dewa Wisnu.

Semakin hari Hiranyakasipu selalu mencari cara agar Pralahda segera melupakan Dewa Wisnu. Sering kali Pralahda dihukum olehnya. Namun hukumannya selalu gagal karena disekililing Pralahda seakan-akan ada pelindung yang melindunginya. Setiap kali Pralahda dihukum, dia juga selalu menyenandungkan mantram-mantram Dewa Wisnu sehingga Hiranyakasipu semakin marah. Karena amarahnya sudah tidak terkendali, Hiranyakasipu pun menantang Pralahda untuk menunjukkan dimana Dewa Wisnu dan menyuruh Pralahda membawa Dewa Wisnu kehadapannya. Pralahda menjawab bahwa Dewa Wisnu itu tidak perlu dicari, karena beliau berada dimana-mana. 

Mendengar anaknya berkata seperti itu Hiranyakasipu semakin marah dan memukul salah satu pilar istana kerajaan sampai hancur. Disalah tiba-tiba muncul sosok Dewa Wisnu dengan wajah murka. Dewa Wisnu murka karena selama ini Hiranyakasipu telah sewenang-wenang terhadap Pralahda yang begitu taat memujanya. Melihat Dewa Wisnu yang murka Hiranyakasipu menantang beliau karena merasa dirinya tidak bisa terbunuh sekalipun harus berhadapan dengan seorang Dewa. Dewa Wisnu seketika merubah diri-Nya menjadi manusia yang berkepala singa lengkap dengan cakar-cakarnya yang begitu tajam. Beliau saat itu menyebut diri-Nya Narasimha Awatara. Melihat wujud Dewa Wisnu yang menyeramkan Hiranyakasipu berlari keluar dari istana. Namun tepat diambang pintu istana Narasimha menangkapnya dan manaruh Hiranyakasipu dipangkuannya. Dengan cakar-cakar kukunya, Narasimha merobek perut Hiranyakasipu diatas pangkuannya tepat saat disenja kala. Akhirnya Hiranyakasipu tewas diatas pangkuan Narasimha yang berwujud manusia berkepala singa dengan cakar-cakarnya.



Begitulah akhir hidup dari Raksasa Hiranyakasipu. Walaupun dia mendapat anugrah tidak akan mati oleh dewa, raksasa, manusia dan binatang, namun dia mati karena wujud dari Dewa Wisnu yang merubah dirinya menjadi manusia berkepala singa. Tidak bisa terbunuh oleh senjata apapun, namun mati karena cakar atau kuku. Tidak bisa terbunuh dipagi, siang maupun malam tapi mati disenja hari. Tidak bisa terbunuh di luar atau dalam ruangan namun mati diambang pintu istana. Tidak bisa terbunuh di udara, air dan tanah namun mati diatas pangkuan Sang Narasimha.

Narasimha awatara yang telah memlenyapkan Hiranyakasipu tidak surut kemarahannya sampai disitu. Karena amarahnya yang terlanjur membara, beliau mengamuk keseluruh penjuru alam semesta dan mengancam kehidupan semua makhluk hidup. Dewa Siwa yang melihat sahabatnya tersebut mengamuk turun ke dunia untuk menemui-Nya. Namun Narasimha Awatara terlanjur tidak terkendali dan malah menyerang Dewa Siwa. Dewa Siwa yang berusaha menghindar kemudian merubah wujudnya menjadi manusia bertubuh singa dan bersayapkan burung yang disebut dengan Sarabha Awatara. Beliau Sarabha Awatara berusaha menenangkan Dewa Wisnu yang masih berwujudkan Narasimha Awatara.


Dilain sisi, karena tewasnya Hiranyakasipu, maka diangkatlah Pralahda menjadi Sang Raja kerajaan. Dia memimpin kerajaannya dengan baik dan membawa rakyatnya ke kehidupan yang lebih sejahtera untuk menebus kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan oleh ayahnya.

Kamis, 03 Februari 2022

Pan Balang Tamak

Alkisah disuatu daerah kerajaan, terdapat sebuah desa, bertempat tinggal seorang lelaki paruh baya bernama Pan Balang Tamak. Dia hidup berkecukupan bersama seorang istri dan anaknya. Di desa tersebut, dia dikenal banyak akal, cerdik dan terkesan licik. Tapi sifatnya itu bukannya tidak punya alasan, karena sering kali pengurus-pengurus desa tersebut membuat kebijakan-kebijakan peraturan yang tidak jelas dan terkesan ambigu untuk diikuti. Nah, dari situlah seringkali saat peraturan baru dibuat, Pan Balang Tamak selalu berusaha mengibulinya dengan cara-cara yang nyeleneh. Karena kenyelenehannya itu, para pengurus desa selalu membikin peraturan yang sebisa mungkin untuk merugikannya.

Diceritakan suatu saat, ketua desa akan merencanakan akan mengadakan kegiatan gotong royong. Ketua desa menyatakan kegiatan gotong royong akan dilakukan saat ayam berkokok atau turun dari kandangnya (ayam berkokok biasanya dipakai patokan saat matahari baru terbit). Jika tidak datang saat kegiatan atau terlambat datang, maka orang itu akan dikenakan denda uang. Mendengar arah-arahan seperti itu, Pan Balang Tamak merenung karena dia tidaklah punya ayam jantan yang notabene selalu berkokok dan turun kandang di pagi hari. Bagaimana dia bisa datang ke kegiatan tersebut.

Kemudian tibalah hari dimana warga akan melakukan kegiatan gotong royong. Di pagi itu tidaklah tampak kehadiran si Pan Balang Tamak. Para warga pun mulai membicarakannya dan melapor ke ketua desa. Ketua desa memutuskan akan mendenda si Pan Balang Tamak. Saat matahari sudah mulai terik dan kegiatan sudah mulai berakhir, tiba-tiba muncul si Pan Balang Tamak. Ketua desa langsung menghampirinya dan menyatakan Pan Balang Tamak akan kena denda, karena datang tidak sesuai waktu yang diarahkan. Tapi Pan Balang Tamak menyangkal tuntutan ketua desa. Dia beralasan ayamnya baru saja berkokok dan turun dari kandang. Ketua desa tidak percaya dengan alasannya. Ketua desa berpikir ayam apa hari sudah siang baru barkokok dan turun dari kandang. Karena ketua desa tidak percaya, Pan Balang Tamak mengajak ketua desa ke rumahnya untuk melihat ayamnya. Ternyata Pan Balang Tamak hanya punya ayam betina dan itu pun sedang mengeram. Itulah sebabnya dia terlambat datang karena ayam betina yang sedang mengeram memang turun dari kandang saat mulai siang. Melihat Pan Balang Tamak beralasan seperti itu, ketua desa dan warga lainnya terdiam tidak bisa menuntut Pan Balang Tamak.

Suatu hari di pusat kerajaan, Sang Raja memerintahkan di semua desa agar melaksanakan kegiatan berburu. Setiap hasil buruan akan diserahkan ke kerajaan. Ketua desa segera mengumumkan pada satu hari semua warga desa agar ikut berburu dan diwajibkan membawa anjing untuk membantu menyasar hewan buruan. Bagi siapa yang tidak ikut dan tidak membawa anjing, maka akan dikenakan denda. Begitu arahan ketua desa kepada warganya. Pan Balang Tamak ikut menyaksikan arah-arahan tersebut dan kembali merenungkan dirinya. Dia tidaklah punya anjing pemburu. Di rumahnya dia cuma punya anak anjing kurus. Jangankan mengejar hewan buruan, berjalan pun anjingnya terasa sulit. 

Tibalah hari warga untuk berburu. Semua warga terlihat membawa anjing yang gagah-gagah dan galak. Kecuali si Pan Balang Tamak. Dia hanya membawa anak anjing kurus yang terlihat jarang makan. Warga yang lain pun menatap sinis si Pan Balang Tamak. Bahkan ada yang meledeknya agar anjing si Pan Balang Tamak agar dibawa pulang saja untuk tidur. Tak terkecuali ketua desa, dia juga ikut meledek si Pan Balang Tamak sambil geleng-geleng kepala. Pan Balang Tamak tidak mau kalah, dia membilang kalau anjingnya tidak bisa diremehkan. Para warga pun tertawa mendengar ocehannya. Sesampai di hutan para warga melepas anjing mereka agar segera melacak hewan buruan. Namun si Pan Balang Tamak bersembunyi di balik semak-semak bersama anjingnya. Sampai hari mulai siang namun satu hewan pun tidak didapat oleh para warga. Semua terlihat lesu karena kelelahan dan pulang dengan tangan kosong. Disitulah keluar akal dari si Pan Balang Tamak. Dia melempar anjingnya ke jurang yang penuh duri, seketika anjingnya mengerang kesakitan karena tergores oleh duri-duri. Disaat itu Pan Balang Tamak juga berteriak bahwa dia melihat babi hutan di arah jurang sambil nunjuk-nunjuk. Seketika warga gempar dan menuju kearah jurang. Saat melihat jurang para warga hanya melihat anjing si Pan Balang Tamak tersangkut sembari meringis kesakitan. Dan Pan Balang Tamak berteriak kepada warga agar melihat tekad dari anjingnya tersebut. Walaupun kecil dan kurus, dia membilang anjingnya langsung melompat ke jurang yang penuh duri karena melihat seekor babi hutan. Tapi karena tersangkut duri, babinya keburu lari. Mendengar hal seperti itu, semua warga beserta ketua desa terbengong melihat kelakuan Pan Balang Tamak. Lagi-lagi ketua desa beserta warga tidak bisa berkutik melihat kelakuan si Pan Balang Tamak.

Merasa terus menerus dikibuli oleh Pan Balang Tamak, ketua desa merencanakan sesuatu untuk menjebak Pan Balang Tamak. Ketua desa bersama rekan-rekannya merencanakan untuk membuat suatu kegiatan desa. Mereka merancang agar semua warga desa untuk berkebun dan hasil kebun akan disetor ke desa untuk pemasukan desa. Barang siapa yang tidak mengikuti aturan dan kedapatan mencuri hasil perkebunan untuk setoran ke desa, akan dikenakan denda. Begitu peraturan dari ketua desa karena menimang Pan Balang Tamak bukanlah seorang yang mahir dibidang perkebunan. Mendengar peraturan baru tersebut, Pan Balang Tamak kembali merenung sembari berpikir bagaimana cara mengakali aturan tersebut. 

Disuatu pagi tercetuslah ide dari si Pan Balang Tamak, di lahan kosong di depan rumahnya dia mulai menggemburkan tanah untuk bercocok tanam. Bukan umbi-umbian atau buah-buahan ditanam olehnya. Melain tanaman pulet-pulet (tanaman semak belukar yang buahnya gampang menempel dikain). Suatu pagi lewatlah salah satu anggota pengurus desa di depan rumah Pan Balang Tamak untuk memeriksa kebun si Pan Balang Tamak. Karena kebiasaan orang pada umumnya, pagi itu si pengurus desa tersebut kebelet untuk buang air besar. Melihat ada semak belukar, pengurus desa tersebut melompat kesana untuk membuang hajatnya. Karena cerdiknya si Pan Balang Tamak, tiba-tiba dia berteriak ada maling, bahwa ada yang mencuri hasil perkebunannya. Seketika kagetlah si pengurus desa. Dan satu persatu warga desa datang beserta ketua desa. Ketua desa bertanya dimana malingnya. Pan Balang Tamak menunjuk pengurus desa tersebut bahwa dialah malingnya. Pengurus desa itu pun membela diri bahwa dirinya tidak ada maling sama sekali. Dia hanya buang air besar saja di semak-semak itu. Pan Balang Tamak makin ngotot, dia membilang bahwa semak-semak itulah kebunnya. Dan bukti dari bahwa malingnya adalah si pengurus desa, dipakaian pengurus desa tersebut banyak menempel buah dari tanaman semak-semak/pulet-pulet tersebut. Dia juga membilang bahwa pengurus desa tersebut haruslah didenda sesuai aturan. Mendengar penjelasan si Pan Balang Tamak seperti itu, lagi-lagi Ketua Desa dan warga dibuat geleng-geleng kepala tanpa bisa menyangkal kata-kata dari si Pan Balang Tamak. Dan si pengurus desa tersebut akhirnya dikenakan denda sesuai peraturan yang diarahkan sebelumnya.

Ketua desa dibuat pusing tujuh keliling oleh tingkah polah si Pan Balang Tamak. Peraturan apapun dibuatnya, tidak pernah bisa menjebak tingkah polah si Pan Balang Tamak. Dan ketua desa pun akan mengajak semua warga desa sangkep (rapat desa) tanpa terkecuali si Pan Balang Tamak untuk membahas peraturan-peraturan desa. Mendengar akan ada sangkep, Pan Balang Tamak mulai berpikir lagi bagaimana cara dia untuk menjahili para pengurus desa lagi. Saat dia ke dapur, dilihatlah istrinya sedang membuat jaje iwel (jajanan khas bali dari tepung dan berwarna hitam kecoklatan). Terbesitlah suatu ide dipikiran si Pan Balang Tamak.

Pagi-pagi buta sebelum sangkep dimulai. Pan Balang Tamak menuju ke Balai Desa tempat diadakannya sangkep/rapat. Dia membersihkan sudut-sudut lantai balai desa tersebut. Di sudut-sudut lantai tersebut ditaruh olehnya jajanan iwel yang dibuat oleh istrinya agar dikira kotoran anjing oleh warga. Tidak lupa dia memercikkan sedikit air diatas jajan iwel tersebut agar terlihat lebih mirip seperti kotorannya anjing.

Tibalah waktu untuk para warga sangkep/rapat. Sebelum rapat dimulai warga desa diarahkan untuk bersih-bersih dahulu agar balai desa bersih. Terlihatlah disana ada beberapa jumputan kotoran anjing di sudut-sudut lantai. Pan Balang Tamak pun memulai aksinya. Dia menantang bagi siapa pun yang berani memakan kotoran anjing itu, dia akan membayarnya dengan sejumlah uang yang besar. Ketua desa kembali dibuat kesal oleh kata-kata si Pan Balang Tamak. Ketua desa mengatakan orang mana yang mau memakan kotoran anjing, orang gila pun tidak akan mau. Pan Balang Tamak kembali menantang, jika kalau dirinya lah yang berani memakan kotoran itu, dia juga meminta agar dibayar dengan mahal oleh ketua desa jika berhasil memakan semua kotoran tersebut. Ketua desa mengernyit dan menerima tantangan si Pan Balang Tamak karena menilai hal itu mustahil. Dengan penuh jiwa kemenangan, Pan Balang Tamak pun melahap sampai habis jajan iwel tersebut yang menyerupai kotoran anjing. Ketua desa dan para warga terbengong melihat tingkah laku Pan Balang Tamak yang begitu lahap menelan kotoran anjing. Sembari merogoh uang untuk membayar kekalahan dari tantangan si Pan Balang Tamak, ketua desa juga kembali diperdaya oleh tipu dayanya.

Terus menerus diperdaya oleh Pan Balang Tamak, ketua dan para pengurus desa melakukan pertemuan dengan Sang Raja. Mereka mengadukan apa-apa yang telah dilakukan Pan Balang Tamak di desanya. Sang Raja pun membilang bahwa Pan Balang Tamak sudah tidak layak lagi untuk hidup di wilayah kerajaannya. Sang Raja memanggil dukun kerajaan untuk meminta cetik (racun ilmu hitam) yang paling mematikan untuk diberikan ke Pan Balang Tamak. 

Namun hal tersebut terdengar sampai ke telinga si Pan Balang Tamak. Merasa dirinya sudah tidak mungkin lagi bisa bertahan hidup, dia pun menitipkan pesan ke istrinya. Dia menyuruh seandainya dia nanti mati, mayatnya dia agar ditaruh di balai dangin (balai tempat upacara agama). Mayatnya dia suruh untuk dipakaikan pakaian serba putih dan rambut dibiarkan teruai. Di langit-langit balai, dia suruh istrinya untuk menaruh sarang lebah miliknya. Pan Balang Tamak juga menyuruh istrinya setelah senja saat itu tiba, mayatnya agar ditaruh didalam peti yang ada di balai daje (balai utama). Begitu pesan si Pan Balang Tamak kepada istrinya karena sudah merasa dirinya sudah tidak ada kesempatan lagi untuk hidup menimang murka sudah Sang Raja.

Singkat cerita Pan Balang Tamak akhirnya mati karena telah dicetik atau diracun oleh para pengurus desa atas permintaan sang raja. Istrinya pun melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Pan Balang Tamak sebelumnya.




Ketua desa yang penasaran akan hasil dari racun tersebut mengutus salah satu pengurus desa agar mengintai ke rumah si Pan Balang Tamak. Alangkah kagetnya si pengurus desa tersebut melihat si Pan Balang Tamak duduk bertapa di Balai Dangin sambil melafalkan mantra. Pan Balang Tamak terlihat seperti seorang pendeta suci yang sedang bertapa dengan memakai pakaian serba putih dan rambutnya teruai. Si pengurus desa tersebut tidak sadar bahwa yang dilihatnya adalah mayat si Pan Balang Tamak. Sedangkan mantra yang terdengar adalah bunyi dari kawanan lebah yang telah ditaruh berserta sarangnya di langit-langit balai tersebut. Si pengurus desa segera melapor ke ketua desa bahwa Pan Balang Tamak masih hidup, bahkan menjadi sesosok orang suci. Ketua desa yang begitu saja percaya kepada anak buahnya itu pun segera menemui Sang Raja karena racun yang diberikannya tidak mempan. Sang Raja yang merasa kecewa itu pun langsung mencicipi racun tersebut untuk mengujinya dan seketika Sang Raja langsung meninggal saat itu juga.

Malam mulai tiba saat suasana menjadi mencekam karena kematian Sang Raja. Melihat situasi yang lagi kacau, ada dua orang maling yang memanfaatkan keadaan. Mereka beraksi dimalam itu dan memasuki sebuah rumah untuk dijarah. Kawanan maling itu langsung masuk ke balai daje (balai utama) karena di balai tersebutlah biasanya penghuni rumah menyimpan harta-hartanya. Mereka menemukan sebuah peti. Mereka pun kegirangan karena peti sebesar itu pasti menyimpan banyak harta. Karena maruknya, mereka menggondol peti itu keluar dari pekarangan rumah tersebut. Karena situasi sedang berduka karena kematian Sang Raja, mereka pun membawa peti itu untuk masuk ke areal Pura (tempat suci Agama Hindu). Karena saat ada kematian, biasanya semua warga tidak boleh masuk ke areal pura kecuali Pemangku (orang suci). Kedua maling tersebut berencana membuka peti tersebut dan membagi hartanya. Saat peti dibuka, betapa kagetnya mereka ternyata isi dari peti tersebut adalah mayat dari si Pan Balang Tamak. Mereka pun lari tunggang langgang setelah membanting tutup dari peti tersebut sehingga peti tertutup lagi.

Keesokan harinya di pagi hari,  Pemangku (orang suci) dari pura tersebut seperti biasa melakukan aktifitasnya di pura itu. Betapa kagetnya beliau melihat sebuah peti besar di areal pura tersebut. Segera Pemangku tersebut mencari Ketua Desa melaporkan apa yang ditemukannya. Ketua desa dan warga pun menebak dan yakin bahwa peti itu adalah Paica Bhatara (rejeki dari Dewa). Ketua desa pun menyuruh Pemangku Pura tersebut untuk membuat sebuah ritual keagamaan untuk Paica tersebut. Dengan diakhiri dengan nunas tirta (meminum air suci dari ritual keagamaan) paica tersebut, akhirnya ketua desa memerintahkan agar peti itu segera dibuka. Agar semua warga tahu apa isi dari paica atau peti tersebut. Begitu peti itu dibuka, betapa kagetnya semua orang melihat sesosok mayat yang sudah mulai membusuk dan menyebarkan bau yang begitu menyengat. Semua warga lari kepanikan karena ternyata isi dari peti tersebut adalah mayat si Pan Balang Tamak. Semua warga kebingungan dan merasa marah tak terhingga karena baru saja mereka melakukan ritual dan menyembah sesosok mayat orang yang selama ini mereka benci yaitu si Pan Balang Tamak.

Begitulah cerita si Pan Balang Tamak yang penuh dengan tipu dayanya. Walaupun dia sudah meninggal, dia tetap bisa memperdaya semua orang.

Cerita ini pertama saya dengar dari almarhum bapak saya, dimana dulu sangat senang mendongengi saya sebelum tidur sama seperti almarhum kakek saya. Walapun si Pan Balang Tamak ini penuh dengan tipu daya dan terkesan suka seenaknya, tapi dia mempunyai alasan kenapa dia menjadi seperti itu. Dia seperti itu karena lingkungan yang memaksanya. Menjadi seorang warga yang hidup disebuah desa yang setiap waktu selalu mendengar arahan-arahan dari para pengurus desa yang  selalu ambigu dan terkesan dipaksakan. 

Demikian cerita dari Pan Balang Tamak, semoga terhibur dan bisa menggali makna dari dongeng adat Bali ini yang begitu melegenda.

Terima Kasih.