Alkisah disuatu daerah kerajaan, terdapat sebuah desa, bertempat tinggal seorang lelaki paruh baya bernama Pan Balang Tamak. Dia hidup berkecukupan bersama seorang istri dan anaknya. Di desa tersebut, dia dikenal banyak akal, cerdik dan terkesan licik. Tapi sifatnya itu bukannya tidak punya alasan, karena sering kali pengurus-pengurus desa tersebut membuat kebijakan-kebijakan peraturan yang tidak jelas dan terkesan ambigu untuk diikuti. Nah, dari situlah seringkali saat peraturan baru dibuat, Pan Balang Tamak selalu berusaha mengibulinya dengan cara-cara yang nyeleneh. Karena kenyelenehannya itu, para pengurus desa selalu membikin peraturan yang sebisa mungkin untuk merugikannya.
Diceritakan suatu saat, ketua desa akan merencanakan akan mengadakan kegiatan gotong royong. Ketua desa menyatakan kegiatan gotong royong akan dilakukan saat ayam berkokok atau turun dari kandangnya (ayam berkokok biasanya dipakai patokan saat matahari baru terbit). Jika tidak datang saat kegiatan atau terlambat datang, maka orang itu akan dikenakan denda uang. Mendengar arah-arahan seperti itu, Pan Balang Tamak merenung karena dia tidaklah punya ayam jantan yang notabene selalu berkokok dan turun kandang di pagi hari. Bagaimana dia bisa datang ke kegiatan tersebut.
Kemudian tibalah hari dimana warga akan melakukan kegiatan gotong royong. Di pagi itu tidaklah tampak kehadiran si Pan Balang Tamak. Para warga pun mulai membicarakannya dan melapor ke ketua desa. Ketua desa memutuskan akan mendenda si Pan Balang Tamak. Saat matahari sudah mulai terik dan kegiatan sudah mulai berakhir, tiba-tiba muncul si Pan Balang Tamak. Ketua desa langsung menghampirinya dan menyatakan Pan Balang Tamak akan kena denda, karena datang tidak sesuai waktu yang diarahkan. Tapi Pan Balang Tamak menyangkal tuntutan ketua desa. Dia beralasan ayamnya baru saja berkokok dan turun dari kandang. Ketua desa tidak percaya dengan alasannya. Ketua desa berpikir ayam apa hari sudah siang baru barkokok dan turun dari kandang. Karena ketua desa tidak percaya, Pan Balang Tamak mengajak ketua desa ke rumahnya untuk melihat ayamnya. Ternyata Pan Balang Tamak hanya punya ayam betina dan itu pun sedang mengeram. Itulah sebabnya dia terlambat datang karena ayam betina yang sedang mengeram memang turun dari kandang saat mulai siang. Melihat Pan Balang Tamak beralasan seperti itu, ketua desa dan warga lainnya terdiam tidak bisa menuntut Pan Balang Tamak.
Suatu hari di pusat kerajaan, Sang Raja memerintahkan di semua desa agar melaksanakan kegiatan berburu. Setiap hasil buruan akan diserahkan ke kerajaan. Ketua desa segera mengumumkan pada satu hari semua warga desa agar ikut berburu dan diwajibkan membawa anjing untuk membantu menyasar hewan buruan. Bagi siapa yang tidak ikut dan tidak membawa anjing, maka akan dikenakan denda. Begitu arahan ketua desa kepada warganya. Pan Balang Tamak ikut menyaksikan arah-arahan tersebut dan kembali merenungkan dirinya. Dia tidaklah punya anjing pemburu. Di rumahnya dia cuma punya anak anjing kurus. Jangankan mengejar hewan buruan, berjalan pun anjingnya terasa sulit.
Tibalah hari warga untuk berburu. Semua warga terlihat membawa anjing yang gagah-gagah dan galak. Kecuali si Pan Balang Tamak. Dia hanya membawa anak anjing kurus yang terlihat jarang makan. Warga yang lain pun menatap sinis si Pan Balang Tamak. Bahkan ada yang meledeknya agar anjing si Pan Balang Tamak agar dibawa pulang saja untuk tidur. Tak terkecuali ketua desa, dia juga ikut meledek si Pan Balang Tamak sambil geleng-geleng kepala. Pan Balang Tamak tidak mau kalah, dia membilang kalau anjingnya tidak bisa diremehkan. Para warga pun tertawa mendengar ocehannya. Sesampai di hutan para warga melepas anjing mereka agar segera melacak hewan buruan. Namun si Pan Balang Tamak bersembunyi di balik semak-semak bersama anjingnya. Sampai hari mulai siang namun satu hewan pun tidak didapat oleh para warga. Semua terlihat lesu karena kelelahan dan pulang dengan tangan kosong. Disitulah keluar akal dari si Pan Balang Tamak. Dia melempar anjingnya ke jurang yang penuh duri, seketika anjingnya mengerang kesakitan karena tergores oleh duri-duri. Disaat itu Pan Balang Tamak juga berteriak bahwa dia melihat babi hutan di arah jurang sambil nunjuk-nunjuk. Seketika warga gempar dan menuju kearah jurang. Saat melihat jurang para warga hanya melihat anjing si Pan Balang Tamak tersangkut sembari meringis kesakitan. Dan Pan Balang Tamak berteriak kepada warga agar melihat tekad dari anjingnya tersebut. Walaupun kecil dan kurus, dia membilang anjingnya langsung melompat ke jurang yang penuh duri karena melihat seekor babi hutan. Tapi karena tersangkut duri, babinya keburu lari. Mendengar hal seperti itu, semua warga beserta ketua desa terbengong melihat kelakuan Pan Balang Tamak. Lagi-lagi ketua desa beserta warga tidak bisa berkutik melihat kelakuan si Pan Balang Tamak.
Merasa terus menerus dikibuli oleh Pan Balang Tamak, ketua desa merencanakan sesuatu untuk menjebak Pan Balang Tamak. Ketua desa bersama rekan-rekannya merencanakan untuk membuat suatu kegiatan desa. Mereka merancang agar semua warga desa untuk berkebun dan hasil kebun akan disetor ke desa untuk pemasukan desa. Barang siapa yang tidak mengikuti aturan dan kedapatan mencuri hasil perkebunan untuk setoran ke desa, akan dikenakan denda. Begitu peraturan dari ketua desa karena menimang Pan Balang Tamak bukanlah seorang yang mahir dibidang perkebunan. Mendengar peraturan baru tersebut, Pan Balang Tamak kembali merenung sembari berpikir bagaimana cara mengakali aturan tersebut.
Disuatu pagi tercetuslah ide dari si Pan Balang Tamak, di lahan kosong di depan rumahnya dia mulai menggemburkan tanah untuk bercocok tanam. Bukan umbi-umbian atau buah-buahan ditanam olehnya. Melain tanaman pulet-pulet (tanaman semak belukar yang buahnya gampang menempel dikain). Suatu pagi lewatlah salah satu anggota pengurus desa di depan rumah Pan Balang Tamak untuk memeriksa kebun si Pan Balang Tamak. Karena kebiasaan orang pada umumnya, pagi itu si pengurus desa tersebut kebelet untuk buang air besar. Melihat ada semak belukar, pengurus desa tersebut melompat kesana untuk membuang hajatnya. Karena cerdiknya si Pan Balang Tamak, tiba-tiba dia berteriak ada maling, bahwa ada yang mencuri hasil perkebunannya. Seketika kagetlah si pengurus desa. Dan satu persatu warga desa datang beserta ketua desa. Ketua desa bertanya dimana malingnya. Pan Balang Tamak menunjuk pengurus desa tersebut bahwa dialah malingnya. Pengurus desa itu pun membela diri bahwa dirinya tidak ada maling sama sekali. Dia hanya buang air besar saja di semak-semak itu. Pan Balang Tamak makin ngotot, dia membilang bahwa semak-semak itulah kebunnya. Dan bukti dari bahwa malingnya adalah si pengurus desa, dipakaian pengurus desa tersebut banyak menempel buah dari tanaman semak-semak/pulet-pulet tersebut. Dia juga membilang bahwa pengurus desa tersebut haruslah didenda sesuai aturan. Mendengar penjelasan si Pan Balang Tamak seperti itu, lagi-lagi Ketua Desa dan warga dibuat geleng-geleng kepala tanpa bisa menyangkal kata-kata dari si Pan Balang Tamak. Dan si pengurus desa tersebut akhirnya dikenakan denda sesuai peraturan yang diarahkan sebelumnya.
Ketua desa dibuat pusing tujuh keliling oleh tingkah polah si Pan Balang Tamak. Peraturan apapun dibuatnya, tidak pernah bisa menjebak tingkah polah si Pan Balang Tamak. Dan ketua desa pun akan mengajak semua warga desa sangkep (rapat desa) tanpa terkecuali si Pan Balang Tamak untuk membahas peraturan-peraturan desa. Mendengar akan ada sangkep, Pan Balang Tamak mulai berpikir lagi bagaimana cara dia untuk menjahili para pengurus desa lagi. Saat dia ke dapur, dilihatlah istrinya sedang membuat jaje iwel (jajanan khas bali dari tepung dan berwarna hitam kecoklatan). Terbesitlah suatu ide dipikiran si Pan Balang Tamak.
Pagi-pagi buta sebelum sangkep dimulai. Pan Balang Tamak menuju ke Balai Desa tempat diadakannya sangkep/rapat. Dia membersihkan sudut-sudut lantai balai desa tersebut. Di sudut-sudut lantai tersebut ditaruh olehnya jajanan iwel yang dibuat oleh istrinya agar dikira kotoran anjing oleh warga. Tidak lupa dia memercikkan sedikit air diatas jajan iwel tersebut agar terlihat lebih mirip seperti kotorannya anjing.
Tibalah waktu untuk para warga sangkep/rapat. Sebelum rapat dimulai warga desa diarahkan untuk bersih-bersih dahulu agar balai desa bersih. Terlihatlah disana ada beberapa jumputan kotoran anjing di sudut-sudut lantai. Pan Balang Tamak pun memulai aksinya. Dia menantang bagi siapa pun yang berani memakan kotoran anjing itu, dia akan membayarnya dengan sejumlah uang yang besar. Ketua desa kembali dibuat kesal oleh kata-kata si Pan Balang Tamak. Ketua desa mengatakan orang mana yang mau memakan kotoran anjing, orang gila pun tidak akan mau. Pan Balang Tamak kembali menantang, jika kalau dirinya lah yang berani memakan kotoran itu, dia juga meminta agar dibayar dengan mahal oleh ketua desa jika berhasil memakan semua kotoran tersebut. Ketua desa mengernyit dan menerima tantangan si Pan Balang Tamak karena menilai hal itu mustahil. Dengan penuh jiwa kemenangan, Pan Balang Tamak pun melahap sampai habis jajan iwel tersebut yang menyerupai kotoran anjing. Ketua desa dan para warga terbengong melihat tingkah laku Pan Balang Tamak yang begitu lahap menelan kotoran anjing. Sembari merogoh uang untuk membayar kekalahan dari tantangan si Pan Balang Tamak, ketua desa juga kembali diperdaya oleh tipu dayanya.
Terus menerus diperdaya oleh Pan Balang Tamak, ketua dan para pengurus desa melakukan pertemuan dengan Sang Raja. Mereka mengadukan apa-apa yang telah dilakukan Pan Balang Tamak di desanya. Sang Raja pun membilang bahwa Pan Balang Tamak sudah tidak layak lagi untuk hidup di wilayah kerajaannya. Sang Raja memanggil dukun kerajaan untuk meminta cetik (racun ilmu hitam) yang paling mematikan untuk diberikan ke Pan Balang Tamak.
Namun hal tersebut terdengar sampai ke telinga si Pan Balang Tamak. Merasa dirinya sudah tidak mungkin lagi bisa bertahan hidup, dia pun menitipkan pesan ke istrinya. Dia menyuruh seandainya dia nanti mati, mayatnya dia agar ditaruh di balai dangin (balai tempat upacara agama). Mayatnya dia suruh untuk dipakaikan pakaian serba putih dan rambut dibiarkan teruai. Di langit-langit balai, dia suruh istrinya untuk menaruh sarang lebah miliknya. Pan Balang Tamak juga menyuruh istrinya setelah senja saat itu tiba, mayatnya agar ditaruh didalam peti yang ada di balai daje (balai utama). Begitu pesan si Pan Balang Tamak kepada istrinya karena sudah merasa dirinya sudah tidak ada kesempatan lagi untuk hidup menimang murka sudah Sang Raja.
Singkat cerita Pan Balang Tamak akhirnya mati karena telah dicetik atau diracun oleh para pengurus desa atas permintaan sang raja. Istrinya pun melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Pan Balang Tamak sebelumnya.
Ketua desa yang penasaran akan hasil dari racun tersebut mengutus salah satu pengurus desa agar mengintai ke rumah si Pan Balang Tamak. Alangkah kagetnya si pengurus desa tersebut melihat si Pan Balang Tamak duduk bertapa di Balai Dangin sambil melafalkan mantra. Pan Balang Tamak terlihat seperti seorang pendeta suci yang sedang bertapa dengan memakai pakaian serba putih dan rambutnya teruai. Si pengurus desa tersebut tidak sadar bahwa yang dilihatnya adalah mayat si Pan Balang Tamak. Sedangkan mantra yang terdengar adalah bunyi dari kawanan lebah yang telah ditaruh berserta sarangnya di langit-langit balai tersebut. Si pengurus desa segera melapor ke ketua desa bahwa Pan Balang Tamak masih hidup, bahkan menjadi sesosok orang suci. Ketua desa yang begitu saja percaya kepada anak buahnya itu pun segera menemui Sang Raja karena racun yang diberikannya tidak mempan. Sang Raja yang merasa kecewa itu pun langsung mencicipi racun tersebut untuk mengujinya dan seketika Sang Raja langsung meninggal saat itu juga.
Malam mulai tiba saat suasana menjadi mencekam karena kematian Sang Raja. Melihat situasi yang lagi kacau, ada dua orang maling yang memanfaatkan keadaan. Mereka beraksi dimalam itu dan memasuki sebuah rumah untuk dijarah. Kawanan maling itu langsung masuk ke balai daje (balai utama) karena di balai tersebutlah biasanya penghuni rumah menyimpan harta-hartanya. Mereka menemukan sebuah peti. Mereka pun kegirangan karena peti sebesar itu pasti menyimpan banyak harta. Karena maruknya, mereka menggondol peti itu keluar dari pekarangan rumah tersebut. Karena situasi sedang berduka karena kematian Sang Raja, mereka pun membawa peti itu untuk masuk ke areal Pura (tempat suci Agama Hindu). Karena saat ada kematian, biasanya semua warga tidak boleh masuk ke areal pura kecuali Pemangku (orang suci). Kedua maling tersebut berencana membuka peti tersebut dan membagi hartanya. Saat peti dibuka, betapa kagetnya mereka ternyata isi dari peti tersebut adalah mayat dari si Pan Balang Tamak. Mereka pun lari tunggang langgang setelah membanting tutup dari peti tersebut sehingga peti tertutup lagi.
Keesokan harinya di pagi hari, Pemangku (orang suci) dari pura tersebut seperti biasa melakukan aktifitasnya di pura itu. Betapa kagetnya beliau melihat sebuah peti besar di areal pura tersebut. Segera Pemangku tersebut mencari Ketua Desa melaporkan apa yang ditemukannya. Ketua desa dan warga pun menebak dan yakin bahwa peti itu adalah Paica Bhatara (rejeki dari Dewa). Ketua desa pun menyuruh Pemangku Pura tersebut untuk membuat sebuah ritual keagamaan untuk Paica tersebut. Dengan diakhiri dengan nunas tirta (meminum air suci dari ritual keagamaan) paica tersebut, akhirnya ketua desa memerintahkan agar peti itu segera dibuka. Agar semua warga tahu apa isi dari paica atau peti tersebut. Begitu peti itu dibuka, betapa kagetnya semua orang melihat sesosok mayat yang sudah mulai membusuk dan menyebarkan bau yang begitu menyengat. Semua warga lari kepanikan karena ternyata isi dari peti tersebut adalah mayat si Pan Balang Tamak. Semua warga kebingungan dan merasa marah tak terhingga karena baru saja mereka melakukan ritual dan menyembah sesosok mayat orang yang selama ini mereka benci yaitu si Pan Balang Tamak.
Begitulah cerita si Pan Balang Tamak yang penuh dengan tipu dayanya. Walaupun dia sudah meninggal, dia tetap bisa memperdaya semua orang.
Cerita ini pertama saya dengar dari almarhum bapak saya, dimana dulu sangat senang mendongengi saya sebelum tidur sama seperti almarhum kakek saya. Walapun si Pan Balang Tamak ini penuh dengan tipu daya dan terkesan suka seenaknya, tapi dia mempunyai alasan kenapa dia menjadi seperti itu. Dia seperti itu karena lingkungan yang memaksanya. Menjadi seorang warga yang hidup disebuah desa yang setiap waktu selalu mendengar arahan-arahan dari para pengurus desa yang selalu ambigu dan terkesan dipaksakan.
Demikian cerita dari Pan Balang Tamak, semoga terhibur dan bisa menggali makna dari dongeng adat Bali ini yang begitu melegenda.
Terima Kasih.