Tiga bulan yang lalu adalah hari paling kelam dalam hidupku. Bapak yang sudah dua tahun terakhir berjuang melawan penyakit kanker telah meninggalkan kami untuk selamanya. Marah, emosi, sedih campur aduk menjadi satu. Tapi dibalik semua itu aku berusaha tegar, setidaknya sebagai anak aku harus menguatkan diri dan menguatkan keluargaku, terutama kepada ibuku, yang tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Mungkin sudah jalan takdir, bapak harus segera menghadap Tuhan.
Dibalik semua itu, aku ingin menulis sesuatu disini. Sebuah hal yang aku simpan selama ini dan tidak seorangpun yang tahu, termasuk istriku. Sebenarnya dua minggu sebelum bapak meninggalkan kami semua. Ada hal yang begitu pilu yang sangat sulit aku ungkapkan kepada siapapun. Saat suatu malam aku menjaga bapakku yang terbaring lemas, menggantikan ibu yang terlihat sudah begitu lelah. Sempat bapak berkata "bapak seduk (bapak lapar)", seketika air mataku keluar mengalir kencang. Dimana saat itu kondisi bapak memang sulit makan karena kerongkongannya sudah terganggu. Aku mencoba memberinya jus yang sudah disediakan oleh ibu. Namun dimuntahkan karena makanan atau minuman apapun sudah sulit masuk. Satu cara agar kondisi bapak stabil cuma melalui infus. Aku begitu sedih, perih seakan-akan ingin menjerit rasanya. Biasanya bapak walaupun sulit makan dan minum tidak pernah sampai bilang lapar.
Aku berusaha berpikir logis. Daripada bapak menderita dan tersakiti seperti ini, aku iklas, kalau memang sudah jalannya bapak harus pergi, aku iklas, aku rela. Daripada bapak terus-terusan sakit dan tampak tidak ada harapan untuk bertahan. Aku pegang tangan bapak saat itu sambil berkata dalam hati "Pak, kalau memang bapak akan pergi, aku iklas, berjalanlah dengan damai, aku tidak apa-apa, ibu biar aku yang jaga. Tapi aku mohon sesuatu untuk terakhir kalinya, tanggal 26 Pebruari adalah ulang tahun Satya (anak pertamaku), 4 Maret adalah ulang tahun Astra (anak keduaku), pergilah setelah ulang tahun mereka, aku sudah terlanjur berjanji ke Satya untuk ngerayain ulang tahunnya dan adiknya. Bapak tahukan, kalau sudah berjanji ke Satya, itu harus ditepati. Pergilah dengan damai setelah ulang tahun mereka. Mungkin aku kurang ajar, sudah tahu bapak sakit malah minta ini itu. Maafkan anakmu ini Pak."
Ulang tahun Satya berlalu dengan lancar dengan acara kecil-kecilan. Begitupun ulang tahunnya Astra. Saat ulang tahun Astra, bapak sempat mengelus-ngelus tangannya Astra. Walaupun tidak mengucapkan sepatah kata apapun, cuma menyapa dengan senyum. Dan tepat besoknya tanggal 5 Maret bapak pergi untuk selamanya. Seakan-akan menungguku, bapak pergi saat aku memberi bantuan oksigen saat itu. Dimana saat itu aku baru pulang dari menjemput Satya sekolah. Terima kasih pak, sudah menungguku sampai aku tiba dirumah, terima kasih karena sudah mengabulkan permintaan terakhirku untuk cucumu, dan terima kasih untuk segalanya. Tenanglah disana, aku bersama ibu, Ade istriku, Satya dan Astra cucumu akan pasti baik-baik saja.